SPACE IKLAN

header ads

Konflik Farouk Muhammad Vs Evi Apita Maya Sebagai Referensi Pilkada Sumbawa

Penulis. 

Iwan Haryanto, S.H.MH

Dosen Fakultas Hukum UNSA

Mungkin tidak hangat lagi di telinga kita perseteruan Bapak Prof Farouk Muhammad Vs Evi Apita Maya menyangkut editan foto membuat Evi Apita Maya begitu cantik dan menarik. Editan foto tersebut diduga mempengaruhi memperoleh suara Evi Apita Maya yang cukup fantastik pada pertarungan politik tahun 2019. Perempuan cantik itu meraup suara 283.932 sehingga menempatkan dirinya pada urutan pertama. Sedangkan sang jenderal pada urutan kelima dengan jumlah suara 188.678. Dampak kejadian tersebut membuat bapak Farouk Muhammad tersingkir dari kursi senayan (www.bbccom). 

Berawal dari kejadian itu sang jenderal mengadu persoalan itu ke mahkamah konstitusi guna memperoleh keadilan terkait dengan editan foto yang diduga dilakukan oleh Evi Apita Maya sehingga membuat perempuan asal Kota Mataram itu berada pada nomor wahid dari seluruh calon DPD dapil NTB. Sayang, gugatan yang dilayangkan oleh matan kapolda NTB itu harus di tolak oleh Mahkamah konstitusi dengan alasan gugatan tersebut tidak relevan dengan perolehan suara farouk dalam pemilu 2019. Lebih lanjut majelis hakim MK menyampaikan pertimbangan atas putusan itu, seharusnya kasus edit foto ini dilaporkan kepada banwaslu setempat (nasional.republik.co.id).

Sepintas cerita perseteruan Prof Farouk Muhammad Vs Evi Apita Maya menjadi pelajaran berharga pada pilkada sumbawa yang akan datang. Karena tidak menutup kemungkinan akan terjadinya konflik atau sengketa antar bakal pasangan calon kepala daerah dalam perebutan kursi EA1 Dan EA 2 menyangkut dengan editan foto yang nota bene sebagai alat peraga kampanye bagi pasangan calon.

Kemarin ini, kran pendaftaran telah di buka dan teropet pilkada telah di mulai. Berbagai pasangan calon telah mendaftarkan diri, baik pasangan calon yang didukung partai politik maupun pasangan calon perseorangan atau calon independen. Riak gembira masing-masing simpatisan pasangan calon menghantarkan calon yang diusungnya ke KPU. Ada yang menggunakan kendaraan roda dua, roda empat, bus dan bahkan ada yang menggunakan cidomo sebagai simbol kesederhanaan. Berbagai simpatisan ada yang datang dari ujung timur, tengah, selatan hingga ujung barat kabupaten Sumbawa. Aksi ini membuat kota sumbawa sempat macet beberapa hari yang lalu, lalu lintas yang tidak tertib hingga sempat kewalahan pihak kepolisian. Itulah semangat para simpatisan dan pendukung pasangan calon untuk memperlihatkan eksistensi kepada publik bahwa masing-masing pasangan calon memiliki basis yang jelas, kompak serta militan. 

Fenomena itu menjadi bahan pertimbangan bagi KPU dan Banwaslu Kabupaten Sumbawa melihat antusias masing-masing simpatisan pasangan calon guna mengantisipasi berbagai problem yang akan muncul dalam dinamika pilkada yang akan datang. Salah satunya menyangkut dengan foto masing-masing bakal pasangan calon. Foto salah satu alat peraga kampanye yang akan di tujukan oleh bakal pasangan calon kepada masyarakat luas melalui brosur, selebaran, bender, baliho, spanduk, poster hingga pamflet.  

Tak bisa di pungkiri berbagai bakal pasangan calon sudah marak melakukan pemasangan baliho, brosur, selebaran, bender, spanduk, poster hingga pamflet, di pajang di pinggir-pinggir jalan, simpangan, hingga tempat keramaian, baik di kota-kota sampai tingkat desa. Ada juga yang di sewa dan ada juga yang gratis. Pemasangan alat peraga kampanye ini pada dasarnya belum mengikuti mekanisme yang berlaku. Pasalnya foto yang ditampilkan oleh kandidat bukan foto terbaru, tetapi photo yang sudah lama, ada juga yang sudah di edit guna memperlihatkan aura ke pimpinannya.  

Padahal di dalam PKPU Nomor 15 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Walikota Dan Wakil Walikota lampiran dokumen model TT.1-KWK tentang tanda terima pendaftaran bakal pasangan calon gubernur dan wakil gubernur/bupati dan wakil bupati/ walikota dan wakil walikota di point A, syarat calon di huruf N, yang menyatakan calon gubernur dan wakil gubernur/bupati dan wakil bupati/ walikota dan wakil walikota harus mengumpulkan foto terbaru yang terdiri dari pas foto berwarna ukuran 4X6 sebanyak 4 lembar, pas foto hitam putih ukuran 4X6 cm sebanyak 4 lembar, foto calon ukuran 10.2 cm X 15.2 cm (4R) sebanyak 2 lembar, dan softcopy foto sebagaimana huruf a, huruf b, dan huruf c. 

Dokumen model TT.1-KWK, yang salah satunya terdapat Foto terbaru di dalamnya, merupakan alat peraga kampanye bagi pasangan calon yang difasilitasi oleh KPU dalam pembuatan dan pemasangan alat tersebut. Alat Peraga Kampanye merupakan semua benda atau bentuk lain yang memuat visi, misi, dan program Pasangan Calon, simbol, atau tanda gambar Pasangan Calon yang dipasang untuk keperluan Kampanye yang bertujuan untuk mengajak orang memilih Pasangan Calon tertentu. 

Walaupun KPU belum menetapkan pasangan calon menjadi bakal calon dalam perebutan tatah kekuasaan di tanah intan bulaeng ini. KPU Sumbawa harus berani memperlihatkan ketegasan dan independensi sebagai penyelenggara terkait dengan penerimaan dokumen model TT.1-KWK bakal pasangan calon, terutama sekali menyangkut dengan foto. Karena foto tersebut menjadi dasar KPU untuk  memfasilitasi calon kepala daerah untuk membuat dan membantu dalam pengadaan alat peraga kampanye dan bahan kampanye. 

Keberadaan alat peraga kampanye dan bahan kampanye bagi bakal pasangan calon merupakan instrumen penting dalam memperkenalkan diri di hadapan publik. Tindakan ini salah satu bentuk komunikasi politik secara non verbal. Menurut Meadow (Cangara, 2016), komunikasi tak semata-mata secara verbal saja tetapi juga bisa disampaikan secara non verbal, salah satu dimensi dari komunikasi politik adalah komunikasi sebagai simbolik. Komunikasi sebagai simbolik berarti hampir setiap penyataan manusia baik yang diperuntukkan bagi dirinya sendiri atau kepentingan orang lain dinyakan dalam bentuk simbol.  

Mengingat sangat pentingnya alat peraga kampanye dan bahan kampanye bagi kandidat sebagai bentuk komunikasi politik kepada masyarakat banyak. Banwaslu tidak boleh tinggal diam menyikap tensi politik yang sudah mulai hangat disuguhkan di hadapan publik. Sebagai lembaga pengawasan dan pengontrol jalannya pilkada yang di amanat oleh UU, Banwaslu kabupaten memiliki tugas mengawasi tahap penyelenggaraan pemilihan yakni pencalonan yang berkaitan dengan persyaratan dan tata cara pencalonan. Bentuk pengawasan Banwaslu terhadap hal tersebut, harus melakukan koordinasi dengan KPU kabupaten terkait dengan penerimaan dokumen model TT.1-KWK, salah satunya berupa foto terbaru yang nantinya akan menjadi alat  peraga kampanye dan bahan kampanye masing-masing bakal pasangan calon (PASLON). Foto tersebut, harus asli dan terbaru dan bukan foto yang diedit sehingga tidak terjadi manipulasi terhadap dokumen model TT.1-KWK. 

Sebagai bahan pertimbangan Banwaslu, KUHP bisa menjadi bahan rujukan untuk menyikap tabir pemalsuan dokumen model TT.1-KWK yang berupa foto bakal pasangan calon. Salah satunya terdapat dalam pasal 263 KUHP, yang menyatakan:

1.Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti dari pada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

2.Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Menurut R. Soesilo di dalam bukunya KUHP serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, yang dimaksud dengan surat adalah segala surat, baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin tik, dan lain-lainnya (hal. 195).

Ini artinya dokumen model TT.1-KWK merupakan surat yang telah tulis dengan tangan, di cetak maupun ketik memakai mesin tik yang di dalamnya terdapat lampiran-lampiran tertentu yang menjadi bahan pertimbangan KPU untuk menetapkan pasangan bakal calon menjadi PASLON agar masuk dalam bursa PILKADA. 

Agar pilkada ini dapat berjalan lancar dan tidak menimbulkan konflik atau sengketa dari masing-masing kontestan politik, maka KPU kabupaten dan Banwaslu kabupaten harus profesional guna menjaga marwa kelembagaan dengan mengedepan independensi dan berjalan sesuai dengan rel atau on the track. Sehingga konflik Farouk Muhammad VS Evi Apita Maya tidak menjadi momok dalam pilkada sumbawa.


Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar