SPACE IKLAN

header ads

Menteri Syahrul: Kita Harus Mandiri dan Kalau Impor Terus Kapan Negara Bisa Mandiri

Berita Nasional
HEADLINE NEWS
Oleh. Mell
Editor. L. Muhasan
4 Desember 2021.

Jakarta – Pemantapan lahan sebagai landasan perolehan bahan baku tebu dan peran riset dalam penguatan ketahanan pangan dan industri gula menjadi dua bahasan utama yang diangkat dalam National Sugar Summit (NSS) 2021, 2 Desember 2021, di Jakarta, menghadirkan Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo yang terhubung secara daring, Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Energi Prof. Winarni Monoarfa, Rektor Institut Pertanian Bogor Arif Satria, Direktur PT PG Rajawali II Ardian Wijanarko, dan segenap pembicara lainnya.

Dalam penyampaiannya, Menteri Syahrul menekankan pada aspek kemandirian melalui inovasi dan kolaborasi untuk mengurangi ketergantungan terhadap importasi pangan. Menurutnya, di tengah kondisi disrupsi dan pandemi yang masih terjadi, kebutuhan pangan Indonesia ke depan harus diupayakan untuk tidak tergantung terus dengan importasi.

“Kita harus mandiri, tidak boleh tergantung terus dengan importasi yang besar di gula. Kalau impor terus kapan negara ini bisa lebih mandiri,” katanya.

Ia mengatakan, perlu upaya maksimal dari segenap stakeholder dengan mengedepankan kolaborasi dan aksi nyata untuk dapat mewujudkan kemandirian pangan melalui kolaborasi dan inovasi. “Cita-cita kemandirian harus berangkat dari kemauan, dari inovasi yang kita persiapkan lebih baik juga dari kolaborasi yang kita lakukan maksimal. Tidak bisa lagi Kementerian, BUMN, industri dan privat sektor berjalan sendiri. Harus bisa kita melakukan upaya-upaya bersama,” katanya.

Syahrul mengatakan, penguatan industri gula nasional tidak hanya terkait perspektif lahan, di samping itu juga perlu peningkatan produktivitas dengan mengganti varietas, strategi industri, revitalisasi Pabrik Gula, industri produk turunan, serta membuat benchmark kepada negara yang sudah sukses memproduksi gula.

Syahrul berharap hasil pembahasan dari NSS 2021 dapat ditindaklanjuti dan dibahas bersama Kementerian Pertanian guna menghasilkan aksi dan dampak yang lebih konkrit untuk kemajuan industri gula nasional.

Mengenai perluasan lahan perkebunan tebu, Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono mengatakan, Kementerian Pertanian melakukan upaya untuk bisa menelisik lebih jauh potensi kesesuaian dan kapabiliti lahan untuk tebu. 

“Kami telah melakukan pemetaan di beberapa pulau untuk perluasan tebu berdasarkan kesesuaiannya,” ungkapnya.Ia menambahkan, Kementerian Pertanian siap bersinergi bersama BUMN untuk mengidentifikasi lebih jauh dan mencocokan rencana BUMN untuk mengembangkan area-area baru. 

“Sehingga kami dapat membuat data spasial yang lebih konkrit untuk bisa dimanfaatkan,” tambahnya.

Sementara itu, Prof. Winarni yang hadir mewakili Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), saat membacakan sambutan Menteri LHK yang membahas mengenai arah dan kebijakan penyediaan dan penggunaan lahan kehutanan bagi usaha perkebunan khususnya tanaman tebu sesuai amanah UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menyampaikan, pentingnya dukungan kebijakan alokasi ruang dan lahan perkebunan untuk industri gula. Pasalnya, komoditas pangan gula merupakan salah satu komoditas pangan strategis yang bahkan masuk di dalam salah satu kewenangan Badan Pangan Nasional (BPN).

“Kebutuhan gula perlu didukung dengan kebijakan alokasi ruang dan lahan perkebunan untuk suplai industri gula dalam negeri sehingga kebutuhan gula nasional dapat dipenuhi dari dalam negeri,” ujarnya.

Ia mengatakan, arah kebijakan penyediaan dan penggunaan lahan kehutanan bagi usaha perkebunan sesuai UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2021 menjadi sangat strategis, mengingat kebijakan ini bertitik berat pada mekanisme proses penyediaan lahan untuk perkebunan (tanaman tebu) dari kawasan hutan. UU tersebut memfokuskan kepada beberapa hal antara lain, penyederhanaan perizinan berusaha dan penyederhanan pengadaan lahan dengan tetap memperhatikan kesesuaian tata ruang dan aspek lingkungan hidup.

Prof. Winarni menambahkan, regulasi baru sesuai mandat UU Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan dan aturan turunan teknis yaitu Peraturan Menteri LHK No 7 Tahun 2021 dapat digunakan secara optimal sebagai instrumen regulasi terkini dalam mendukung penyediaan lahan untuk ketahanan pangan khususnya dalam mewujudkan kemandirian gula nasional melalui perkebunan tebu.

Merespon berbagai masukan dari Kementerian Pertanian dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Direktur Utama PT Rajawali Nusantara Indonesia (Persero) Arief Prasetyo Adi mengatakan, siap untuk melakukan tindak lanjut hasil pembahasan, baik mengenai upaya perluasan lahan perkebunan tebu, pengembangan varietas unggul, inovasi model bisnis, revitalisasi Pabrik Gula, hingga pengembangan produk turunan untuk menjaga keberlanjutan.

Atas terlaksananya gelaran NSS 2021, lanjut Arief yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengarah Asosiasi Gula Indonesia (AGI) menyampaikan, terima kasih kapada semua pihak atas dukungan yang telah diberikan. 

“Terima kasih kepada Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Bapak Kasdi Subagyono untuk waktu dan sharingnya kepada pelaku gula nasional. Juga kepada Staf Ahli Menteri Lingkungan Hidup dan sebagai praktisi pergulaan. Diharapkan setelah ini dapat kami rumuskan masukan konstruktif kepada seluruh stakeholder gula nasional,” ungkapnya.

Seperti diketahui, sebelumnya dalam NSS 2021 ini dibuka oleh Menteri BUMN RI Erick Thohir dilanjutkan arahan Menteri Koordinator Perekonomian RI Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, Menteri Perdagangan yang diwakili Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan, dan perwakilan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar