SPACE IKLAN

header ads

Refleksi hari Kemerdekaan Pers ke 24

 

l

Ilustrasi.

Penulis: Ozzy Sulaiman Sudiro (Ketum KWRI & Sekjen Majelis Pers).

JAKARTA – Sejarah telah mencatat bahwa lahirnya Dewan Pers independen, bermula adalah desakan dan tuntutan perjuangan Pers Reformis yang ingin adanya perubahan yaitu Reformasi. 

Reformasi bertujuan untuk mengembalikan akal sehat dari “absolutisme” dan "otoriterianisme" kekuasaan tanpa batas, sekaligus tuntutan para pejuang Pers Reformis hingga dibubarkannya, Departemen Penerangan, Republik  indonesia.

Mengingat lembaga ini dinilai Sebagai simbol kekuasaan Orde -Baru, Berperan eksekutor untuk me marjinalisasi dan pencabut nyawa media melalui SIUPP atau yang dikenal Surat Ijin Usaha Penerbitan PERS.

Melalui SIUPP inilah yang membuat paranoid bagi umat pers tanah air, karena Pers mengkritik, penguasa tak-tik hingga Pers tak berkutik. Dengan dalil dianggap telah mengancam stabilitas negara.

Kendati demikian, hal itu tidak bisa pungkiri bahwa keberadaan Dewan Pers eksistensinya sudah ada sejak era orde-lama. 

Dewan Pers pertama kali terbentuk pada tahun 1966 melalui Undang-undang No.11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers. Fungsi dari Dewan Pers saat itu adalah sebagai terompet dan suara pembenaran Pemerintah, hingga di era orde baru, Dewan Pers dibawah kendali departemen penerangan RI saat itu.

Lahirnya Majelis Pers Independen yang di prakarsai oleh 26 organisasi kewartawanan yang pelopori dan dimotori oleh, Komite Wartawan Reformasi Indonesia (KWRI) yang lahir dari rahim Reformasi tanggal 22, Mei 1998, adalah tonggak sejarah pergerakan Pers Nasional, sebagai lokomotif demokrasi yang memperjuangkan dan membuahkan Kemerdekaan Pers seperti yang saat ini kita rasakan.

Sepatutnya umat Pers bersyukur dan berterima kasih atas jasa-jasanya 26 Organisasi wartawan, para pejuang Pers Reformis yang memiliki intuisi yang sama yaitu, senasib dan seperjuangan dengan semangat Pers perjuangan dan Pers perlawanan, Perjuangan terhadap Hak asasi, Natural Righs, dan Perlawanan terhadap ketidakadilan, kebodohan dan kemiskinan.

Kemerdekaan Pers, yang kita rasakan saat ini, bukanlah hasil dari segelintir organisasi wartawan yang selama sepanjang sejarah pers nasional, wujud tabiatnya tetap hidup dibawah bayang-bayang penguasa. Apalagi ada upaya pengaburan sejarah kemerdekaan Pers ” The Politic Of Denial” yaitu politik penyangkalan atau tepatnya peniadaan terhadap masyarakat, seolah-olah kemerdekaan pers ini diraih hasil dari perjuangannya. " Buruk Muka, Cermin DIbelah” yaitu menari-nari dipanggung orang lain, dan bernyanyi-nyanyi diatas perjuangan orang lain.

Atas perjuangan Ke-26 organisasi wartawan sepakat untuk membuat RUU Pers sebagai “rule of the game” yaitu kitab suci bagi umat Pers alias payung Hukum yang mengatur tentang  kebijakan secara rinci dan transparan mengenai format penetapan Dewan Pers.

Diharapkan akan menjawab Persoalan-Persoalan terkait delik dan sengketa terhadap Pers nasional, sebagai wujud pengejawantahan amanah UU No 40 tahun 1999 tentang Pers.

Peran KWRI bersama 26 organisasi wartawan Majelis Pers, juga telah banyak memberikan andil positif, salah satunya telah meratifikasi Kode Etik Wartwan Indonesia (KEWI) menjadi Kode Etik Jurnalistik (KEJ) serta memberikan penguatan-penguatan dan eksistensi terhadap Dewan Pers Independen.

Karena Dewan Pers bayi yang perlu diberi nutrisi dan diajari agar kelak dewasa menjadi cerdas dan mencerdaskan, berguna untuk bangsa dan negara bukan menjadi “Malin Kundang” anak durhaka yang tidak ingat apalagi melupakan ibu yang telah melahirkannya yaitu Majelis Pers sebagai lahir rahim Reformasi.

Kegigihan, semangat juang yang merindukan adanya perubahan wajah Pers Nasional yang berintegritas, bermartabat, independen dan lepas dari campur tangan pihak asing dan pihak manapun adalah nadi dan nafasnya.

Bukan hanya itu, Majelis Pers Independen juga adalah yang pertama kali meng-agendakan, dan mengusulkan adanya Dewan Pers Independen. Sebagai amanah UU No 40 tentang Pers, mengingat dalam UU No 40 tahun 1999 tentang Pers, secara eksplisit dijelaskan, akan dibentuk Dewan Pers Independen karena didalam UU Pers No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, disebutkan, tidak ada satu pasal pun, baik dalam Bab maupun ketentuan umum, bahwa keberadaan Dewan Pers termaktub dalam undang undang Pers tersebut, dan keberadaan Dewan Pers bersifat Ad Hoac, artinya diluar UU No 40 tahun 1999 tentang Pers.

Hingga akhirnya terbentuklah Dewan Pers Independen walaupun sangat jarang kita dengar apalagi digunakan kalimat, independennya.

Pertama kalinya di era Reformasi Dewan Pers Independen dipimpin oleh Atma kusuma tokoh Pers 3 zaman satu periode, yang kemudian dilanjutkan oleh Prof Ichlasul Amal se oarang akademisi.

Sejak dewan pers dinahkodai Prof. Bagir Manan, umat Pers mengalami masa-masa transisi, dimana banyak terjadi delik dan sengketa terhadap Pers, tidak banyak terselesaikan permasalahan Pers dengan hak jawab, lebih-lebih diperparah lagi sejak kepemimpinan Yosef Adiprasetyo atau yang akrap disapa Stanly, Banyak umat Pers dimeja hijaukan, duduk di bangku pesakitan hingga berujung beberapa wartawan merenggang nyawa dalam Sel tralis karena sebuah berita, seperti yang dialami Muhamad Yusuf wartawan kemajuan rakyat.

Seiringnya waktu berjalan dan fenomena Pers Nasional kita yang kurang kondusif kini diwarnai dengan gambaran ketidak adilan, kepastian hukum yang carut marut dan mengancam kemerdekaan Pers hingga keselamatan umat pers . 

Defisit akal sehat nasional oleh kebodohan dangkal, dan ketidakadilan, kemiskinan telah mewarnai dengan jelas dan terang benderang hingga menyilaukan mata lebih lebih Pers saat ini yang seharusnya sebagai mata batin rakyat, sudah keluar dari tujuan utamanya yang diemban sebagai alat pemersatu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, faktanya di sadari bersama, Pers sudah ter kotak-kotakan oleh yang tidak punya otak, dan saat ini sudah menjadi  “Pers panca warna, bukan lagi Pers PANCASILA dan MERAH PUTIH" ada Pers merah, kuning, hijau, Biru dilangit yang abu-abu.

Bukan rahasia lagi dimana para penguasa dan pengusaha Pers yang juga didominasi para politikus sudah terjadi kepentingan diatas kepentingan politik dan golongan.

Se jauh mana integritas dan independensi Dewan Pers diuji dan dipertaruhkan, apakah Dewan Pers Independen punya nyali dan keberanian sebagai penjaga moral dan etika Pers, atau sebaliknya menjadi terbawa arus oleh politikus rakus atau jongos penguasa yang terikat SK dan pengusahanya saja. 

Apakah hingga rakyat menjadi korban perselingkuhan informasi busuk, tidak mencerdaskan, sesat dan menyesatkan, baik fitnah, Sara, Provokatif, dan berujung Hoax tak mampu mereduksinya hingga mandul dikebiri. 

Banyak sebagian para pimpinan organisasi pelaku sejarah pejuang kemerdekaan Pers yang merasa prihatin dan pilu atas wajah Pers Nasional saat ini tentu mengancam kemerdekaan Pers yang sudah diperjuangkan selama ini, apalagi sikap Dewan Pers Independen yang menggunakan Politik belah bambu, yang satu diangkat dan yang satu diinjak, atau pilih-pilih tebu dengan dalil memonopoli kebenaran atas nama verifikasi dan legislasi organisasi Pers maupun media atau dengan modus UKW yang dimonopoli organisasi tertentu.

Sadar atau dengan tujuan yang sadar patut kita sadari bersama, memang jujur bahwa kemerdekaan Pers saat ini dirasa sudah dibajak oleh penguasa dan pengusaha Pers dzolim dan para wartawan yang menganut mitos-mitos sesat, yang berfikir super-body, untouchable tidak dapat tersentuh oleh Hukum yang syahwatnya hanya mencari-cari kesalahan orang lain, sebagai alat posisi tawar untuk mendapatkan fullus. “ngga dikasih fullus bisa mangfuss”.

Ironinya yang mengklaim dirinya wartawan juga tanpa disiplin ilmu jurnalis yang benar, dengan “Bim salabim... Abra kadabra” maka sekejab jadilah wartawan-wartawan “ muntahber ” dengan beberapa ID Pers menempel  disaku hingga melingkar dileher, yaitu para wartawan yang muncul tanpa berita, me mualkan mengocok isi perut sampai pening kepala.

Ada juga muncul wartawan karbitan yaitu matang sebelum waktunya alias “tapek bonyok” beritanya "hanya asem-asem ajah, ngga ada manis manisnya" kecuali ada siraman jasmani  senang hati lalu dapat piti.

Tentu kita selaku umat Pers menaruh harapan besar dibawah kepemimpinan Prof.Dr H Azyumaedi azra.Dewan Pers menjadi lembaga yang mampu mengayomi dan membina umat Pers dan menjaga marwah kemerdekaan Pers yang independen dan bermartabat.

Tentu disinilah peran Majelis Pers mengingatkan " Jasmerah " untuk tidak melupakan sejarah didalam meneruskan dan meluruskan kemerdekaan Pers dengan menyatukan persepsi, mengembalikan akal sehat bagi umat Pers yang belum waras, apalagi tersesat dijalan yang ramai yaitu jalan yang penuh dengan kebisingan, riak-riak fokus menari-nari dan bernyanyi dipanggung Politik ditahun Politik yang penuh dengan intrik, yang seharusnya Pers hanya berpolitik dan harus tau dan memahami Problem solvingnya.

Memang kemerdekaan Pers masih belum menjamin lahirnya Pers-Pers yang baik kinerjanya, sebagaiman sitem demokrasi di tanah air kita, tidak menjamin tegaknya kedaulatan, keadilan dan hak asasi karena Hitam-Putih Republik ini dapat tergambar melalui Pers.

Salam Hormat untuk umat Pers, sekaligus permohonan maaf apabila mengusik ketidak nyamanan dan perasaan.

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar