SPACE IKLAN

header ads

Populisme dan Politisasi Islam di Indonesia

Oleh Rinda Duwi Juniarti, Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Budidaya Samawa Rea.

Populisme Islam ialah politik yang memosisikan umat berhadapan dengan elite. Populisme islam mengalami pergeseran dari  populisme yang bertujuan mencapai penguasaan ekonomi menjadi populisme yang bertujuan meraih kekuasaan politik. Keduanya dibalut identitas-identitas etnik, ras, dan agama. Cas Mudde (2007) mengemukakan karakteristik dari populisme bahwa filosofi dasar dari populisme terbagi dalam tiga ciri, yaitu anti kemapanan, otoriterisme, dan nativisme. Kata politisasi kerap mengandung konotasi negatif. Politisasi mulai dapat dimaknai sebagai sesuatu yang kotor dalam politik ketika dibenturkan dengan hukum atau peraturan kampanye dan politik. Kata ini kerap digunakan untuk menggambarkan cara-cara brpolitik yang tidak etis dan sangat pragmatis. 

Seolah ada kesepakatan umum, untuk memusuhi kata “politisasi”. Padahal tidak ada jaminan juga semua politisi benar-benar bebas dari politisasi. Politik akhirnya diupayakan untuk membersihkan diri dari kotoran-kotoran politisasi. Setidaknya untuk mewujudkan politik yang beretika dan santun. Populisme dan politisasi islam kian terasa saat ini, terlihat dalam revisi UU anti-terorisme. Sejak November 2016, revisi terhadap undang-undang anti-terorisme semakin terperangkap dalam suasana politik selama pemilihan Gubernur Jakarta. Revisi tersebut telah mandek dalam meningkatnya politisasi islam di indonesia. 

Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia atau MUI Amirsyah Tambunan menyampaikan pandangan tentang fenomena politisasi agama yang kerap terjadi. Dia mengatakan sikap dan perilaku orang -orang yang melakukan politisasi agama untuk kepentingan tertentu adalah haram. Sebab, menurut Amirsyah, agama tidak dapat dapat dipisahkan dari kehidupan dunia. Agama ialah landasan etik moral dalam berbagai dimensi, termasuk dalam urusan politik. Hal serupa sebelumnya diungkapkan ulama ahli fikih, Kiai Haji Afifuddin Muhajir, dalam seminar dan bedah buku berjudul Fiqih Tata Negara di Pendapa Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur. Dia berpendapat menggunakan agama untuk kepentingan politik politisasi agama hukumnya haram.

Dalam hal ini dapat kita simpulkan bahwa pada saat ini populisme islam semakin mengalami pergeseran dikarenakan akibat   para penguasa elit  yang gila akan tahta untuk menguasai perpolitikan diindonesia sehingga diharapkan agar masyarakat bijak dalam memilih pemimpin dikarenakan pemimpin yang tidak  gila  jabatan sangat diperlukan untuk membantu proses jalannya pemerintahan yang baik untuk kedepannya. Selain itu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, para pemimpinnya harus memahami nilai-nilai agama dan memiliki sikap serta karakter yang berbarengan dengan nilai agama. Agar agama tidak dipolitisir untuk kepentingan politik. 

Setiap pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mampu mengayomi masyarakatnya dengan baik dan pemimpin yang terbaik adalah pemimpin yang mendahulukan masyarakat serta mementingkan setiap urusan masyarakatnya demi kemajuan bersama.

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar