SPACE IKLAN

header ads

Restoratif Justice Sebagai Model Penyelesaian Tindak Pidana Ketenaga Kerjaan


Foto. Istimewa. 

Oleh : Dr.cand Indra Kurniawan.SH.M.M.Inov

Penyidik ketenagakerjaan dan praktisi 

Hukum ketenagakerjaan adalah hukum yang mengatur hubungan antara pengusaha, pekerja dan pihak-pihak lain dengan tujuan utama memberi perlindungan kepada pekerja. Definisi ini disampaikan dengan alasan bahwa hubungan yang diatur oleh hukum ketenagakerjaan terutama adalah hubungan antara pengusaha dengan buruh, selanjutnya pada tahap berikutnya, hubungan yang diatur oleh hukum ketenagakerjaan adalah hubungan antara pengusaha dengan pihak-pihak lain, atau hubungan antara pekerja dengan pihak-pihak lain. Tujuan utama hukum ketenagakerjaan adalah memberikan perlindungan kepada buruh.

Satu ciri khusus hukum ketenagakerjaan ialah bahwa cabang ini merupakan percabangan hukum yang sangat fungsional (functional field of law) yang mengkombinasikan semua percabangan hukum lainnya berkenaan dengan tema khusus bekerja di bawah majikan (subordinated labour). Sifat dasar hukum perburuhan ini tidak mudah untuk diklasifikasikan mengikuti pembagian tradisional percabangan sistem hukum.

Ciri khusus yang ada dalam hukum ketenagakerjaan dapat dikatakan bahwa hukum ketenagakerjaan adalah hukum publik, yang meliputi hukum administrasi dan juga hukum pidana. Dimana pemerintah bisa masuk dan ikut campur dalam pelaksanaanya. Berdasarkan sifatnya, hukum ketenagakerjaan memiliki kedudukan dalam tata hukum nasional Indonesia pada bidang hukum administrasi, hukum perdata, dan hukum pidana.

Berkaitan dengan perihal kedudukan hukum ketenagakerjaan di bidang hukum pidana maka perlu diterapkan kebijakan hukum pidana sehingga masalah pidana yang berhubungan dengan ketenagakerjaan dapat ditegakkan. Dalam ketenagakerjaan, muncul hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan (pemberi kerja). Pentingnya hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan dapat dilihat dari diberlakukannya undang-undang yang mengatur masalah ketenagakerjaan untuk menjamin terpeliharanya hubungan yang serasi, saling menguntungkan kedua belah pihak dengan dasar itikad baik. Hal ini dilakukan, karena adanya saling ketergantungan yang menimbulkan hubungan hukum berupa hak dan kewajiban diantara mereka.

Di indonesia kita dapat melihat dibeberapa pemberitaan, perselisihan hubungan industrial yang diikuti dengan mogok kerja sangat marak terjadi. Dari tuntutan yang diajukan oleh para pekerja/buruh tersebut banyak yang diindikasi mengandung unsur pidana. Dalam pemberitaan di tempo, Menteri Ketenagakerjaan menyatakan pada 2019 terdapat sekitar 21.000 perusahaan melakukan pelanggaran, dan tahun 2020 terdapat 11.000 perusahaan yang melakukan pelanggaran. Begitu juga dengan pelanggaran norma ketenagakerjaan di mana pada 2019 terjadi sekitar 35.000 kasus pelanggaran norma ketenagakerjaan. Angka itu turun pada 2020 menjadi 21.000 kasus. Penurunan juga terjadi pada pelanggaran norma K3 dengan sekitar 13.000 kasus pada 2019 turun menjadi 5.000 kasus pada 2020. Angka kasus pelanggaran norma ketenagakerjaan tersebut menunjukkan bahwa cukup banyak terjadi kasus-kasus di dalam hubungan ketenagakerjaan. Kasus-kasus tersebut tentu berkaitan juga dengan tindak pidana ketenagakerjaan. Terkait kasus tindak pidana ketenagakerjaan, pernyataan Menteri Ketenagakerjaan, pada 2020 terdapat 26 kasus pelanggaran tindak pidana ketenagakerjaan telah dilakukan proses penyidikan. Dari jumlah tersebut, 24 kasus merupakan penyidikan tindak pidana ringan.

Penyelesaian kasus-kasus tindak pidana ketenagakerjaan cenderung diselesaikan melalui proses peradilan yang jika dilihat dari prespektif pekerja yang cenderung berada pada posisi korban. Sehingga perlu ada alternatif penyelesain tindak pidana ketenagakerjaan yang menjamin terciptanya rasa keadilan yang diinginkan bersama. Kepentingan pekerja yang cenderung menjadi korban dari tindak pidana ketenagakerjaan perlu mendapat perhatian dan perlindungan tidak hanya terbatas pada pemberian sanksi pidana saja tapi juga pelaku tindak pidana bertanggung jawab untuk meminimalisis dari dampak tindak pidana yang terjadi. Sehingga pendekatan yang diperlukan adalah pendekatan restoratif justice. Dimana pendekatan restorative justice sendiri berarti penyelesaian secara adil yang melibatkan pelaku, korban, keluarga dan pihak lain yang terkait dalam suatu tindak pidana dan secara bersama mencari penyelesaian terhadap tindak pidana dan implikasinya dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula. Perbuatan yang menyakitkan yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana itu disembuhkan dengan memberikan dukungan kepada korban dan mensyaratkan pelaku untuk bertanggung jawab dengan bantuan keluarga dan masyarakat bila diperlukan.

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar