JAKARTA, Wartabumigora - Para aktor pencuri bebas dan menikmati demokrasi akal-akalan, rakyat jelata digiring jaga TPS. Faktanya tidak pernah bisa menghentikan kecurangan. Sebab partai politik di DPR bersikap pasif.
Andai Parpol mau memberantas kecurangan, sangat mudah untuk mereka atasi. Tapi seolah kejahatan itu menjadi bagian dari praktek tipu-menipu. Rakyat jadi korban praktek demokrasi busuk.
Sumber masalahnya adalah politik transaksional. Tapi virus ganas itu semakin canggih, muncul dalam aneka modus penipuan. Tidak hanya terjadi di TPS, namun hadir dalam aturan, sistem, dll.
Jejaring kekuasaan, pemilik modal besar dan oknum aparat terlibat menyandera demokrasi. Jelang Pilpres 2024, operasi jahat itu meresahkan rakyat. Berpotensi menyulut konflik sesama anak bangsa.
Demokrasi yang esensinya memperkuat persatuan nasional, justru mengancam perpecahan. Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantiyo dan sejumlah tokoh nasional memberi respon tegas.
Menurut Gatot Nurmantyo, demokrasi harus dikawal secara serius oleh seluruh elemen rakyat. Tidak boleh membiarkan aparat negara di level atas hingga bawah diperalat demi kepentingan politik praktis.
Menurut Gatot Nurmantyo, demokrasi harus dikawal secara serius oleh seluruh elemen rakyat. Tidak boleh membiarkan aparat negara di level atas hingga bawah diperalat demi kepentingan politik praktis.
"Seluruh elemen bangsa dan aparat negara harus bersatu mencegah kecurangan pemilu. Tidak boleh biarkan Indonesia terjebak proses demokrasi yang merusak persatuan nasional," tegas Gatot.
"Kita sudah melakukan pelanggaran yang prinsip dalam berdemokrasi, demokrasi Pancasila sudah kita tinggalkan dan saat ini kita sedang melaksanakan demokrasi liberal (politik transaksional)," ujarnya.
Gatot Nurmantyo serukan rakyat bangkit dan saling bergandeng tangan dalam gerakan moral: Indonesia Siaga. Politik kecurangan menurutnya menjadi musuh bersama dan harus dihentikan.
Indonesia Siaga, lawan kecurangan....!
0 Komentar