SPACE IKLAN

header ads

Wajah Politik Lokal

Oleh: Bung Ady (Dosen UNMBO Bima-NTB.


Pemilihan umum telah memanggil kita seluruh rakyat menyambut gembira, hak demokrasi pancasila …..”, itulah sepenggal syair lagu yang sering kita dengarkan jika menjelang pemilu. Tahun 2024 ini merupakan tahun politik bagi bangsa Indonesia,. Tapatnya tanggal 14 februari 2024 bangsa Indonesia akan memilih president dan wakil presiden dan memilih wakil rakyat untuk diutus digedung parlemen, baik di tingkat pusat maupun daerah. Setiap warga negara yang sudah memenuhi syarat untuk memilih dan dipilih berhak menjadi wakil rakyat yang akan menjadi corong aspirasi di  Gedung legislative, baik di tingkat nasional, regional, dan di tingkat lokal. 

Wajah mereka para kandididat wakil rakyat itu dapat kita lihat dari sejumlah baliho yang tertancap disepanjang jalan hampir disetiap daearah, di kiri dan dikanan jalan sepanjang jalan lintas disetiap daerah, di kampung – kampung di sekitar area keramaian dan tempat – tempat umum seperti disekitar pasar dan di pinggir – pinggir lapangan disetiap desa yang ada kerap kali kita lihat wajah mereka calon anggota DPR RI bahkan sampai DPRD Kabupatan dan kota, itulah wajah mereka para kandidat wakil rakyat.

Kabupaten dan kota bima merupakan bagian dari NKRI, yang juga secara serentak akan mengukuti prosesi demokrasi yang akan berlangsung di depan mata. Di tingkat lokal warna domokrasi akan berjalan seiring dengan pilihan - pilahan politik kita nantinya sebagai bagian dari memperjuangkan aspirasi di tingkat elit yang tujuanya tidak lain adalah atas nama kesejahteraan masyarakat. Semau itu syah adanya bila sejalan dengan regulasi dan kebijkan dalam bernegara. Politik dan demokrasi bagaikan dua sisi mata uang yang berjalan beriringan dan akan menjadi bagian penting dalam proses bernegara baik pada tingkat nasional, regional, sampai pada tingkat local.

Jika kita perhatikan kandidat politik yang ada di kota dan kabupeten bima, terpampang baliho baliho besar, seolah ingin menujukan inilah wajah politik kita, yaitu tampang dan wajah para candidat politik dengan segala macam gaya seolah meraka berkata ayo dukung aku, pilih dan menangkan aku, akulah yang terbaik untuk dapail kita, aku akan memperjuangkan aspirasi rakyat, dan pesan – pesan lain yang dapat kita baca dari gaya mereka berpose disetiap baliho yang ada. Barang akali itulah pesan yang dapat kita tangkap liwat ekpsresi dan gaya mereka pada baliho yang terpampang di sudut – sudut kampung, di depan rumah mereka, di samping jembatan, kana dan kiti jalan. Kenyataan itu merupakan sorak gembira warga negara sebagai wujud semangat membangun negeri untuk kehidupan yang lebih baik.

Tidak dapat kita pungkiri bahwa fungsi lembaga ligeslatif sangat besar bagi sebuah negara yang menjunjung tinggi demokrasi. Lembaga tersebut selain dari mitra eksekutif juga menjadi penyeimbang dalam menjalakan roda pemerintahan, fungsi control, fungsi regulasi dan fungsi badgeting adalah peran yang dimaikan oleh Lembaga tersebut, maka mungkin boleh jadi lembaga ini bergengsi dimata masyarakat, akhirnya banyak masyarakat terjun di dunia politik agar dapat mencicipi fungsi dan peran lembaga tersebut.

Bicara politik itu adalah hak setiap warga negara, dan hemat penulis orang suka bicara politik artinya dia peduli dengan kehidupan orang banyak, peduli dengan kehidupan kolektif dalam bernegara, bahakan bila kita memahami sejarah Panjang kemerdekaan negeri ini lahir dari sebuah proses politik yang memelelahkan. Jika sebabaliknya ada orang yang tidak tertarik atau tidak sukan bicara politik itu artinya dia boleh jadi seolah dia tidak ingin diusik oleh orang lain kehidupanya, dalam makna yang posositif, seolah hanya mementingkan dirinya sendiri tanpa mempeduliakan orang lain.

Menjelang pemilihan tahun 2024 ini, wajah para kandidita wakil rakyat tersebut di setiap partai besar dan partai kecil, apratai baru ataupun partai lama banyak di isi oleh para pengusaha, baik wajah lama maupun wajah baru. Kenyataan ini menggmabarkan tingkat kepedulian para pengusah terhadap kehidupan bernegra cukup tinggi dalam memperjuangkan kesejahteraan rakyat di dapil masing – masing. Namun disis lain para pengusah berpeluang masuk di dunia politik karena kata orang biaya politik sangat mahal, hanya para pengushalan yang mampu membiaya akomodasi kegiatan politik. Hal itu wajar adanya karena bicara politik, bicara perjuangkan untuk sebuah kemenengan itu artiya perjuangan butuh amnunisi untuk mencapai tujuan kemenangan. 

Di sis lain hadirnya para pengusaha mewarnai wajah politik kita menunjukan bahwa peran pengusaha dalam kehidupan bernegara cukup besar. Namun ada juga yang beranggapan bahwa majunya pengusaha dalam kontestasi politik sesungguhnya untuk mengamankan kebijakan bagi kelancaran usaha yang dijalaninya. Apapun anggapan kita akan kehadiran pengusaha dalam kontestasi politik barang kali itu sah adanya, karena politik adalah hak setiap warga negara dan negara selalu memberikan kesempatan yang sama bagi setiap warga negara yang dilindungi oleh konstitusi. Terlepas profesi apapun kita jika kita memilih jalan politik.

Tampilnya para pengusaha di panggung politik seolah menafikan profesi lain yang yang ada dinegeri ini. Ada segudang profesi lain sesungguhnya yang punyak hak yang sama untuk tampil dipanggung politik. Sebut saja ada polisi, TNI, guru, dokter, insinyur, bahakan ada dosen yang nota bene adalah kaum cendikiawan dan intelektual. Seolah mereka hanya menjadi penonton dalam panggung politik bukan sebagai pemain. Hanya ada sedikit profesi tersebut yang mengambil resiko mundur dari profesi awalnya untu tampil dipanggung politik.

Padahal ada hanya profesi di negeri ini, hany saja sebagain besar yang mengambil peran politik banyak para pengusaha. Jika kita lihat juga politisi ditingkat nasional kebanyakan mereka juga adalah pengusaha, sebut saja Prabowo ketua umum partai gerinda juga sorang pengusaha, air langga Hartanto juga konon manakala pengusaha ketua umum partai golkar sekarang dan ketua umum partai golkar juga sebelumnya adalah seorang pengusaha kelas kakap yaitu aburizal bakrie. Seolah profesi lain enggan untuk berpolitik karena mungkin pertimbangan bahwa biaya politik cukup mahal.

Di tingkat local khususnya di kabupaten Bima, ada wajah perempuan cantik yang sudah tampil dipanggung politik sebut saja Hj. Mahdalena yang sekarang duduk di DPRD Kabupaten Bima dari partai PKB dan maju pada level yang lebih tinggi yaitu menjadi caleg untuk DPR RI, ada juga dari kota Bima mantan wali kota dua periode yang juga merupakan seorang pengusaha yaitu H. Qurais yang menjadi caleg partai demokrat. demikian adanya bahkan mungkin di kota lain di seluruh Indonesia begitu adanya.

Wajah politisi identik dengan wajah para pengusaha, baik ditingkat pusat maupun daerah, oleh karena itu wajah politik kita adalah wajah para kandidatnya yang tampil dipanggung politik dengan bekcground profesi yang mereka miliki. Hanya sedikit mereka yang berprofesi dosen menjadi politisi, padahal jika politisi adalah mereka dari kalangan dosen dan guru tentu akan mengajarkan nilai – nilai politik yang intelektual, konstitsional dan bahkan mungki sangat rasional, bukan transaksional. Tulisan ini sekedar ingin memberikan dorongan kepada profesional untuk tampil dipagunggung politik, sebut saja mereka adalah kaum cendekiwan dan intelektual, padahal negeri ini dulu di didirikan dan di isi oleh kalangan intektual dan kaum cendekiawan, sebut saja Agus salim dan bung Hatta. Di manakah Agus salim dan bung Hata masa kini berada, ayo tunjukan dirimu untuk merajut kembali negeri ini dam konteks dan situasi yang lebih baik.

Tidak dapat kita pungkiri juga bahwa biaya politik itu sangat mahal, untuk menjadi caleg di tingkat local saja butuh biaya ratusan juta bahkan boleh jadi hampir miliaran, karena menyangkut biaya kampanye, biaya pembuatan baliho, akomodasi dan transportasi, dan agenda lainya dalam politik yang membutuhkan biaya cukup tinggi. Maka boleh jadi peluang politisi yang memiliki modal besar cukup tinggi untuk menjadi anggota legislative.

Jangan sampai politik yang di bangun lebih bersifat transaksional dari pada konsepsional. Oleh karena itu wajah politik sangat tergantung siapa yang berpolitik, bagaimana mereka berpolitik dan untuk apa mereka berpolitik. Semoga tulisan ini bermanfaat.

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar