SPACE IKLAN

header ads

Defrag Ingatan, Tiga Tahun Gempa Lombok

Oleh: Sastro Aprianto (Jurnalis Utarapost.net). 

Gempa bumi adalah satu diantara bencana alam yang paling mematikan sepanjang sejarah. Fenomena ini memang tidak sama dengan bencana alam lainnya meskipun sama-sama bencana alam. Dalam peristiwa gempa tubuh makhluk hidup ikut bergetar seiring irama gerakan bumi. 

Tiga tahun silam, tepat pada pengujung Juli (29 Juli 2018) dan awal Agustus (5 Agustus 2018). Tak ada seorang pun yang menyadari sebuah peristiwa kolosal akan terjadi. Dukalara menyelimuti pertiwi Lombok Nusa Tenggara Barat. Gempa besar yang bergolak pada Minggu malam itu ternyata telah meluluh lantakkan Pulau Lombok. BMKG mencatat dua gempa terjadi masing-masing berkekuatan 5,4 SR dan 7.0 SR. Bahkan terasa hingga ke sejumlah daerah di Jawa Timur seperti Surabaya, Malang, dan Situbondo. Kemunculan gempa Lombok pun sukses menghebohkan media sosial. Di tengah kecemasan yang semakin memuncak, BMKG memberi peringatan gempa 7.0 SR berpotensi tsunami, menambah ketakutan warga penyintas gempa, kian mencekam. 

Lindu memicu kepanikan, mereka yang tengah beribadah pada malam naas itu nyaris tiarap. Kebingungan pun terselimuti kalut, dan orang-orang hanya bisa bertanya: Apa yang sedang terjadi? Selebihnya pasrah dan berserah diri dengan bibir terus bergerak melafalkan doa-doa dan menyeru asma Allah, Tuhan Yang Maha Agung. Tampak, orang-orang berlarian ke segala arah mencari tempat yang aman. Kala itu banyak yang menyangka kiamat sedang terjadi. Bangunan-bangunan hancur, pepohonan tumbang, dan aspal pun menyembul di sejumlah wilayah. 

Rentetan Kejadian dan Penyintas Bencana

Paling tidak ada enam kejadian gempa bumi dengan magnitudo lebih dari 5,5 SR. Gempa magnitudo 6,4 SR bergolak pada 29 Juli 2018, awal dari rangkaian gempa 2018. Pola kejadiannya, gempa dipicu oleh aktivitas sesar naik di utara Lombok.  

Berdasarkan laporan awal BNPB pada 30 Juli 2018, gempa mengakibatkan korban jiwa dan lebih dari 10.000 unit bangunan rusak. Sementara catatan BMKG, sedikitnya ada 585 kejadian gempa susulan hingga pukul 08.00 Wita pada 5 Agustus 2018. Tepat pukul 19.46 Wita, gempa magnitudo 7.0 SR kembali menghantam Lombok bagian utara. Daya gempa kedua lebih besar daripada gempa pertama. Kejadian memperbanyak jumlah korban sekaligus memperparah kerusakan bangunan di Lombok, Bali, dan sebagian di Sumbawa bagian barat. 

Berselang hanya empat hari setelah gempa kedua, tepat pada 9 Agustus 2018 pukul 13.25 Wita, gempa dengan kekuatan 5,9 SR kembali terjadi. Posisi gempa ketiga ini lebih ke barat, berbeda dengan gempa pertama dan kedua yang saling berdekatan di bagian utara Lombok. Lalu, sekitar 10 hari setelah gempa ketiga, 19 Agustus 2018, antero Lombok kembali dikejutkan dengan kejadian dua gempa berkekuatan lebih besar dari magnitudo 6,0 SR, dengan posisi gempa lebih ke timur. Kedua gempa memiliki magnitudo 6,3 SR terjadi pada pukul 12.10 Wita dan magnitudo 6,9 SR bergolak pada pukul 22.56 Wita. Pada 25 Agustus 2018, gempa juga menggetarkan bumi dengan magnitudo 5,5 SR terjadi di Sumbawa bagian barat. Gempa ini termasuk gempa keenam dari rangkaian gempa Lombok dengan magnitudo lebih dari 5,5 SR. Di samping gempa-gempa dengan kekuatan relatif lebih kecil, BMKG mencatat pula gempa-gempa susulan yang terjadi di Lombok, terasa atau tidak terasa, lebih dari 2000 kejadian. 

Berdasarkan rilis BNPB, secara keseluruhan kerusakan yang diakibatkan oleh serangkaian gempa Lombok 2018 meliputi 71.962 unit rumah rusak, 671 fasilitas pendidikan rusak, 52 unit fasilitas kesehatan, 128 unit fasilitas peribadatan serta sarana infrastruktur rusak hebat. 

Khusus di Lombok Utara, data korban sebanyak 471 orang meninggal dunia, ribuan korban luka-luka serta ratusan ribu mengungsi, jumlah yang fantastis untuk ukuran Lombok Utara. Kerugian yang ditimbulkan pun mencapai triliunan rupiah. Angka ini belum termasuk kerugian yang diakibatkan oleh penurunan kunjungan wisatawan. Hampir keseluruhan bangunan luluh lantak, nyaris rata dengan tanah. Ribuan orang kehilangan tempat tinggal. Hati mereka diliputi trauma dan duka mendalam akibat kehilangan orang-orang terdekatnya. Penderitaan masyarakat dan daerah menyentakkan nurani para filantropi memberi bantuan kemanusiaan. 

Ingat Bencana, Spirit Antisipasi. 

Sejenak teringat dalam ingatan peristiwa gempa. Tak ada yang mampu menyangka guncangan dahsyat menyerang secara tiba-tiba. Kepanikan masyarakat semakin menjadi-jadi sambil menyelamatkan diri dengan berbagai daya dan upaya. Gempa susulan terus bergolak. Banyak warga mengungsi di atas gunung, dataran tinggi, dan tanah-tanah lapang yang jauh dari bangunan-bangunan megah. Semua merasakan kepanikan luar biasa. 

Tuhan Mahabaik. Di tengah malapetaka selalu ada keajaiban yang terjadi. Begitu kuatnya getaran guncangan, sebuah keajaiban terjadi, bangunan kuno Balai Adat di Bayan dan Gumantar tetap kokoh berdiri di tengah segala porak-poranda bangunan masa kini. Pun, ada rumah ibadah masih tetap berdiri tegak. Pasti ada rencana Yang Mahakuasa dibalik itu. 

Gempa Lombok memberikan banyak pelajaran berharga bagi kita. Kita diingatkan bahwa bumi Lombok berada di zona rawan bencana. Dus, kewaspadaan menghadapi bencana menjadi keniscayaan. Pascagempa, sejumlah perbaikan dilakukan baik terkait koordinasi, sistem antisipasi dengan bantuan dari pemerintah dan para donatur, serta perlunya menggali kearifan lokal dalam menghadapi gejolak alam. 

Semoga, setiap tanggal 5 Agustus, kita tidak hanya memperingati terjadinya salah satu gempa dalam sejarah umat manusia di Lombok dalam lini masa tujuh abad terakhir. Gempa Lombok 2018 bukanlah kutukan atau azab, melainkan sebuah pelajaran berharga bagi seluruh warga Pulau Seribu Masjid. Mari bersama mengenang mereka yang berpulang seraya bertekad menjadi lebih baik. (Tm). 

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar