SPACE IKLAN

header ads

Menggumuli Kebiadaban

Ilustrasi.

Oleh. Ardi Purnomo.

Soekarno  adalah pemimpin yang begitu besar jasa dan kesalahannya. Begitupun dengan Soeharto yang dipuja sekaligus dihujat rakyatnya. Keduanya menjadi presiden yang sempat membawa ketinggian dan kejatuhan republik dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia.  Sementara mulai dari Habibie, Gusdur, Megawati hingga SBY, relatif biasa-biasa saja prestasi dan kegagalannya, tak menonjol terlalu tajam  kelebihan dan  kelemahannya. Lain halnya dengan semua itu, sepanjang era reformasi bergulir, baru kali ini ada rezim yang luar biasa berlumur kemudharatan.  Penyelenggara kekuasaan yang identik dengan kedunguan namun sarat kebengisan, kerap dipenuhi kejahatan dan menggumuli kebiadaban.

Tak pernah rakyat, negara dan bangsa Indonesia mengalami begitu keterpurukan yang amat sangat seperti yang sekarang terjadi. Cukup 2 periode kepemimpinan, rezim kekuasaan yang kemunculannya penuh kontroversi dan polemik, berhasil meluluh-lantahkan sektor vital dan fundamental kebangsaan. Kegagalan menahkodai perahu besar bernama Indonesia, seperti menjadi anti klimaks bagi kepemimpinan yang pernah ada dalam sejarah negeri ini. Selain menjauh dari perwujudan negara kesejahteraan, prinsip-prinsip kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia terus dihina dan diolok-olok rezim. Perilaku menyimpang kekuasaan, bukan saja menghianati keinginan para "the founding fathers" dan cita-cita prokmasi kemerdekaan Indonesia. Lebih dari itu, pemerintahan yang gandrung memerankan boneka oligarki ini, telah mengancam keberadaan dan eksistensi Pancasila, UUD 1945 dan keutuhan NKRI.

Memuncaki kekuasaan penyelenggaraan negara, presiden yang dijuluki oleh majalah Tempo sebagai Pinokio. Nyaris dan kemungkinan bisa dipastikan publik sebagai presiden terburuk yang pernah ada di Indonesia. Dijuluki "The King of Lip Service" oleh BEM UI, presiden dan gerombolan kekuasaan dalam kabinet pemerintahan menjadi identik dengan komunitas  kebohongan dan hipokrit. Ahli menyamar dan pencitraan, rezim yang tampilan dan isinya bobrok ini terlalu piawai untuk menyampaikan kata-kata yang sangat bertolak-belakang dengan faktanya. Manipulatif dan sarat kamuflase, aparatur elit negara sering menyalahkan kebenaran dan  membenarkan kesalahan. Nilai-nilai dan hukum ditentukan oleh keinginan serta bergantung dari selera kekuasaan. Rakyat begitu miris dan memprihatinkan, memberikan semua  kewenangan dan otoritas penyelengaraan negara kepada para penjahat dengan legalitas dan legitimasi yang bersumber dan  memanfaatkan demokrasi.

Kekuasaan yang korup, gaya kepemimpinan diktator dengan membajak konstitusi dan mengebiri demokrasi.  Tak cukup hanya meminggirkan peran agama, rezim juga membawa rakyat pada kecenderungan  totatalitas kapitalisme dan komunisme. Liberalisasi dan sekulerisasi terus dipaksakan mulai dari pikiran, hati sanubari dan gaya hidup rakyat yang tidak lagi berpijak pada keyakinankeyakiban spitritualitas. Rakyat terus diprovokasi oleh budaya hedon tapi sejatinya terbelakang mengalami kemunduran peradaban. Sistem dan kepemimpinan yang tidak perform, membuat rakyat hanya pada pilihan menjadi hidup tunduk tertindas sebagai budak di negeri sendiri atau mati karena menolak dan melawan todongan laras senjata syahwat kekuasaan. Pemerintahan yang gila harta dan jabatan, sejatinya lemah namun berlagak seperti Tuhan menjadi pengikut dan menyerupai Firaun zaman modern. Seperti itulah realitas yang dihadapi rakyat, menghadapi pemimpin dan para kolaboratornya yang susah payah dilahirkan dan dibesarkan dari rahimnya sendiri.

Kesedihan dan kepiluan rakyat karena luka perih yang menyayat hati, jiwa dan raga yang terkadang tak luput dari kematian. Harus dihadapi begitu represif dan berkesinambungan karena ulah segelintir perwakilan kedaulatannya sendiri. Rezim kekuasaan 2 periode bagaikan menghadirkan penderitaan rakyat berabad-abad seperti masa kolonialisme dan imperialisme lama. Utang negara yang terus membengkak menjadi beban yang mencekik rakyat. Eksploitasi kekayaan alam  membabi-buta yang tak pernah dinikmati rakyat. Upeti tinggi bak rentenir yang dipungut dari rakyat diperhalus dengan istilah pajak. Daya beli rakyat yang lemah tak sebanding dengan kenaikan harga sembako, tarif listrik dan BBM. 

Wabah PHK dan angka kemiskinan yang semakin melonjak menjadi paralel dengan peningkatan kekayaan dan gaya hidup mewah para pejabat.

Belum lagi kriminalisasi para  ulama, tokoh dan aktifis pergerakan yang kritis, seakan mempertontokan perilaku rezim kekuasan yang angkuh dan arogan.  Pemberlakuan KUHP yang baru dan pemaksaan omnibus law menumpang PERPPU, semakin paripurna menghancurkan  konstitusi dan membunuh demokrasi. Tak cukup sekedar bertangan besi, rezim kekuasaan bersama ternak-ternak oligarki lainya seperti buzzer dan haters terus melakukan pembelahan pada rakyat. Rakyat diadu domba dan membuat konflik horizontal, menggiring dan semakin memicu degradasi sosial dan disintegrasi bangsa. Islam sering dihina dan dinista. Namun terlalu banyak potensi ekonomi umat Islam yang dimanfaatkan dan dieksploitasi untuk kepentingan politik praktis rezim, seperti dana haji, zakat, pengumpulan swadaya dan pemberdayaan dana sosial dlsb.

Framing nenyudutkan, agitasi dan propaganda jahat dari kelompok  Islamophobia di negerinya sendiri yang mayoritas muslim. Terlihat rajin memproduksi intrik dan fitnah politik identitas, tindakan intoleran, gerakan radikalis dan identik dengan teroris. Sedangkan dunia internasional mulai tarik-ulur mengangkat narasi tersebut dan isu-isu sensitif seputar Islam. Pemerintah terus mengakomodir aliran sesat agama dan ideologi,  makanan haram dan berbahaya terus disusupkan menjadi konsumsi rakyat. LGBT intens dikembang-biakan,  pelbagai penyimpangan serta gerakan amoral masif dikampanyekan dan dipertontonkan. Masih banyak lagi disorientasi kebijakan penyelenggara negara yang harus diikuti rakyat meskipun banyak menimbulkan kesengsaraan dan penderitaan rakyat. Rezim kekuasaan  hanya butuh kurang dari satu dasawarsa untuk menghadirkan neraka di bumi pertiwi. Pemerintahan yang nyata dan terbukti menghadirkan realitas obyektif dari mimpi buruk potensi ketiadaan Indonesia.

Belum puas 2 perode memimpin negara yang penuh kemudharatan. Rezim semakin asyik memamerkan libido kekuasaan yang tinggi, getol melakukan masturbasi politik dengan gairah 3 periode atau perpanjangan jabatan. Sambil mesum memikirkan menunda pemilu 2024 demi kepuasan syahwat kekuasaannya.  Pemerintah yang telah menjadikan KPU dan instrumen politik lainnya sebagai kacung jabatan telah merekayasa dan melakukan sabotase untuk memenangkan kontestan tertentu dalam pilpres 2024.

Preseden buruk dari keberadaan rezim kekuasaan yang pernah ada di negeri ini yang ingin memiliki kekuasaan jika perlu sampai seumur hidup. Seakan tak terpuaskan dengan kehidupan dunia yang tak ada ada habis- habisnya, segelintir orang dari rezim kekuasaan begitu  gandrung menggumuli kebiadaban. Sungguh malang Indonesia tercinta,  yang berangsur-angsur perlahan tapi pasti, tiada keberadaban.

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar