SPACE IKLAN

header ads

Penetapan dan Penahanan Tersangka dr. Dede Hasan Basri Tidak Sah

Foto. Istimewa.

Oleh. HR.
Rabu, 9 Agustus 2023.
Editor, BQ. Nining.

SUMBAWA, WartaBumigora - Kasus dugaan tindak pidana korupsi Suap (Gratifikasi) atas sejumlah proyek pengadaan fiktif alat-alat kesehatan dan obat-obatan pada RSUD Sumbawa tahun 2022 lalu yang menetapkan dr.DHB mantan Direktur RSUD Sumbawa sebagai tersangka, semakin menarik dan mendapat perhatian publik, karena tersangka kasus RSUD Sumbawa itu tidak dapat menerima tindakan hukum yang dilakukan Kejari Sumbawa, sehingga upaya hukum praperadilan terhadap Kajari Sumbawa harus dilakukan.

 Surahman MD SH MH didampingi  Hasanuddin Nasution SH MH Wakil Ketua Peradi Pusat dari Jakarta dan Advokat Muhammad Yusuf Pribadi SH dari Mataram yang tergabung dari Kantor Hukum SS dan Partner dalam konferensi Persnya kepada sejumlah wartawan dikantornya Jalan Bungur Sumbawa Besar Rabu (09/08) menyebutkan bahwa penetapan dr.dede Hasan basri mantan Direktur RSUD Sumbawa (Kliennya) sebagai tersangka dalam kasus RSUD Sumbawa itu maupun dilakukan penahanan terhadap tersangka dinilai terlalu dini.

" Dan tidak sesuai dengan prosedur dan tahapan hukum yang berlaku, khususnya ketentuan Pasal 112 ayat (1) KUHAP, sehingga masalah ini kami bawah ke ranah Pengadilan, "ujarnya.

Dari hasil telaah dan kajian hukum terang Surahman, dalam kasus klien kami ini ditemukan ada kejanggalan, karena terlalu dini dr.Dede  ditetapkan sebagai tersangka dengan beberapa alasan.

" Kami kemukakan dalam dalil atau permohonan dari pada peradilan, yakni pertama tanpa adanya surat panggilan sebagai tersangka itu sudah  melanggar, dan kedua penetapan klien kami tersangka." Ujarnya.

Dan yang ketiga lanjutnya tersangka dillakukan penahanan sesuai dengan surat penetapan sebagai tersangka maupun surat perintah penahanan terhadap tersangka oleh termohon Kajari Sumbawa pada hari yang sama Kamis 20 Juli 2023.

" Padahal hari itu klien kami dipanggil dan diperiksa dalam statusnya sebagai saksi, "bebernya.

Dalam hal ini, berdasarkan rujukan daripada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 21 tahun 2015, itu sudah sangat sangat jelas bahwa apabila dalam tahapan penerapan hukum itu ada yang tidak dilalui baik oleh penyidik dari Kepolisian, Kejaksaan ataupun penyidik dari KPK itu murni hak daripada Seorang warga negara Indonesia yang notabenenya dia ditetapkan sebagai tersangka punya hak hukum untuk melakukan perlawanan dalam konteks bagaimana ia lakukan.

" Dimana terkait dengan klien kami dr.Dede  tadinya dipanggil sebagai saksi dan tidak dipanggil sebagai tersangka, justru terjadi perbuatan hukum yang luar biasa, karena klien kami langsung ditetapkan sebagai tersangka sekaligus ditahan Jaksa, dan empat proses hukum ini dilakukan dalam hari yang sama,”berangnya.

Perlu dipahami bersama sambung Surahman, didalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah dipertegaskan bahwa perbedaan pemanggilan saksi dengan tersangka ini, dan kenapa kami disini mencetuskan tidak hanya penetapan tersangka mulai dari tidak adanya panggilan sebagai tersangka itu sudah melanggar pasal 112 ayat 1 KUHAP yang menjelaskan bahwa yang disangkakan atau saksi yang disangkakan sebagai calon tersangka wajib hukumnya untuk dipanggil berdasarkan surat panggilan tersangka karena itu harus, dan itu isi dari pada Pasal (1) dimaksud atau membuat panggilan secara sah dengan status hukum sebagai apa itu dijabarkan di dalam pasal itu, karena disitu apabila seorang saksi dipanggil hanya untuk meminta keterangan terkait dengan kesaksiannya, dan kalau orang yang dipanggil sebagai tersangka otomatis dia diperiksa sebagai tersangka dan tentu akan membawa sejumlah alat bukti dokumen terkait dengan pidana yang disangkakan.

" Sementara apa yang terjadi pada klien kami tidak demikian, karena saat itu dipanggil dalam status sebagai saksi." Jelasnya.

Jadi disinilah kekeliruan teman-teman penyidik, itu sangat kami sayangkan dan dengan pemaparan serta kajian hukum yang ia sampaikan kepada kliennya demi menjaga nama baik dan demi mengedepankan azas praduga tak bersalah serta melindungi hak klien dirinya itu berdasarkan undang-undang hak asasi manusia, dimana penerapan hukum.

" Seperti ini dinilai sangat keliru, sebab unsur kesengajaan itu murni kelihatan di sini dengan secara sengaja menetapkan seseorang sebagai tersangka itu terlalu dini tanpa melakukan kajian-kajian hukum, sesuai dengan tahapan yang sudah diatur dalam KUHAP.

" Apalagi setelah orang ditetapkan sebagai tersangka dan setelah ditahan kenapa tidak diberikan pemberitahuan ke keluarganya," Katanya.

Selain itu juga sudah melanggar daripada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21 Tahun 2014.

" Dan itu sudah pelanggaran berat, dan tindakan hukum yang dilakukan penyidik Kejaksaan dengan menetapkan dr.DHB sebagai tersangka sekaligus dilakukan penahanan itu sama sekali tidak sah,” pungkasnya.

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar