BIMA, WartaBumigora - Proyek Pasar Sila Kecamatan Bolo Kabupaten Bima NTB dengan nomor/tanggal kontrak: HK.02.01/SP/PS.BPB-NTB/579/2023/ tanggal 6 November 2023, menuai banyak masalah. Salah satu yang menjadi sorotan yakni pelaksana lapangan PT Relis - Buser, KSO menerima material (pasir biasa) yang diduga ilegal seharga Rp1,5 juta yang secara kualitas masih diragukan. Ironisnya, harga tersebut juga diberlakukan untuk pasir besi Tambora.
Mega proyek dengan anggaran senilai Rp.46 miliar lebih dari APBN tersebut, mestinya menerapkan kualifikasi untuk jenis material yang diterima, seperti pasir besi dan batu untuk dipakai pondasi.
Selain itu, bagi penyuplai material wajib memilik legalitas yakni memiliki izin pertambangan galian C sebagaimana tertuang dalam UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan UU No 4 Tahun 2009 tentang Minerbal, kemudian PP No 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan Minerbal, dan UU No 28 Tahun 2009 tentang pajak dan retribusi.
"Pelaksana harus memahami siapapun yang akan menyuplai material, dengan kata lain mereka harus memiliki ijin resmi. Ini untuk menghindari jangan sampai pelaksana menjadi penadah dengan menerima pasir hasil pertambangan ilegal," tegas Faisal salah satu aktivis di Kecamatan Bolo, Selasa (19/12/2023).
Undang - undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, kata Faisal, berbunyi bahwa yang dipidana adalah setiap orang menampung/pembeli, pengangkutan, pengolahan dan lain-lain. Bagi yang melanggar maka sanksi pidana penjara maksimal 5 tahun atau denda uang sampai Rp.100 miliar.
“Jika ada kontraktor yang mengambil material dari tambang illegal sama halnya dengan mengambil barang curian atau bisa disebut penadah, dan juga bisa merugikan Negara.
Sebelumnya, Faisal mengungkapkan dari hasil pantauannya di lapangan, pihak pelaksana lapangan PT Relis - Buser sudah menerima distribusi pasir biasa (bukan pasir besi Tambora) yang bersumber dari hasil tambang illegal.
"Kami mencium ada aroma bagi hasil di situ. Dugaan kuat oknum pelaksana proyek bermain dengan penyuplai material lokal (pasir), dengan perjanjian bagi hasil tanpa diketahui oleh pihak perusahaan. Dugaan karena oknum penyuplai tidak memiliki izin resmi Galian C," kata Faisal.
Dugaan ini bukan tidak mendasar, menurut Faisal, sebelumnya fenomena yang sama juga terjadi sejak awal pekerjaan. Pelaksana proyek dengan berani mengakomodir penyuplai tanah timbunan yang tidak memiliki ijin galian C. Sehingga, waktu itu menjadi sorotan publik, hingga semua pihak dipanggil oleh penyidik Tipiter Polres Bima termaksud penyuplai dan pelaksana proyek Pasar Sila.
"Harusnya, palaksana ini belajar dari pengalaman. Ini proyek besar dengan anggaran puluhan miliar. Tentu para penyuplai material dan kualitas material pun harus diperhatikan. Meski dengan alasan pemberdayaan bagi masyarakat, tetapi syarat administrasi (izin) juga harus mereka penuhi, jangan asal pemberdayaan, sehingga tidak menjadi bumerang bagi perusahaan," tuturnya.
Berkenaan dengan hal itu pula, lanjut Faisal, Bupati Bima bahkan telah mengeluarkan surat edaran, dengan menghimbau agar tudak merusak lingkungan dengan aktivitas galian C, Galian golongan batuan dan penambangan pasir yang tidak memiliki ijin resmi dari pemerintah.
"Kami menilai, Surat edaran Bupati ini menindaklanjuti persoalan galian C yang tak berijin kemarin, untuk timbunan lokasi Proyek Pasar Sila. Dan juga secara tidak langsung mempertegas bagi pelaksana proyek untuk tidak menerima material yang tidak memiliki ijin aktivitas galian dan pertambangan pasir," papar Faisal.
Pelaksana lapangan Proyek Pasar Sila PT Relis - Buser, KSO Ayung di konfirmasi secara tertulis melalui perwakilan awak via WhatsApp, tidak ada tanggapan. Bahkan ditelpon langsung, panggilan pun tertolak.
Hingga dilakukan upaya beberapa kali di konfirmasi awak media dan tidak ada tanggapan, sehingga pemberitaan ini layak dipublikasi.
0 Komentar