𝓦𝓪𝓻𝓽𝓪𝗕𝗨𝗠𝗜𝗚𝗢𝗥𝗔.𝗜𝗗,𝗝𝗔𝗞𝗔𝗥𝗧𝗔 - Muhammad Furkon, Ketua Kelompok Tani Kampung Bayam Madani (KTKBM), telah ditahan di sel Polres Jakarta Utara sejak 2 April 2024. Furkon diadukan oleh PT. Jakarta Propertindo (Jakpro) atas dugaan tindak pidana pencurian, penyerobotan, pengrusakan aset, dan masuk tanpa izin ke pekarangan orang lain.
Dalam hal ini yang dimaksud aset dan pekarangan adalah Kampung Susun Bayam (KSB). Berdasarkan runtutan pembangunannya, Kampung Susun Bayam adalah tempat yang akan dihuni oleh warga, termasuk yang tergabung dalam Kelompok Tani Kampung Bayam Madani (KTKBM).
Ketegangan meningkat di Kampung Susun Bayam (KSB) setelah diresmikan, dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PT. Jakarta Propertindo (Jakpro) terkesan mengambil langkah mundur. Warga yang diharapkan segera mendiami KSB masih belum mendapat izin, sementara upaya dialog dengan Pj Gubernur dan Direktur Utama Jakpro tidak pernah mau merespon.
PT. Jakarta Propertindo (Jakpro) malah melaporkan Muhammad Furkon ke Kepolisian Jakarta Utara, memicu kontroversi dan kritik terhadap proses hukum yang dijalankan. Polres Jakarta Utara mengirim surat panggilan kepada Furkon, namun dia menolaknya dengan alasan merasa tidak perlu lagi dipanggil.
Pada tanggal 2 April 2024, penjemputan paksa dilakukan terhadap Furkon oleh puluhan polisi yang menggerebek rumahnya tanpa surat perintah resmi. Proses penyelidikan, penyidikan, dan gelar perkara dilakukan dalam waktu singkat, dengan aparat kepolisian menetapkan status Furkon sebagai 'tersangka' hanya dalam sehari.
Tindakan cepat aparat kepolisian ini memunculkan kecurigaan akan objektivitas dan transparansi dalam penanganan kasus tersebut. Kekhawatiran pun muncul mengenai penggunaan kekuasaan oleh pihak berwenang, serta perlunya pengawasan yang lebih ketat terhadap proses hukum untuk memastikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Keputusan penahanan tanpa surat perintah oleh pihak kepolisian Jakarta Utara menimbulkan kontroversi di kalangan warga. Anehnya lagi, penjatuhan status dan sanksi penahanan tidak dilengkapi dengan surat perintah yang sah.
Oman, adik dari Muhammad Furqon, mengecam kebijakan tersebut sebagai tindakan yang tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. "Segalanya terkesan janggal dan aneh. Hal ini kemudian tidak bisa diterima oleh warga," tegas Oman. (9/4/2024).
Menurut dia, kejanggalan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja. "Mulanya surat-surat tidak ada, baru setelah kami ke Propam mengadukan kejadian ini Polres baru mengirimkan segala surat-suratnya," ungkapnya.
Muhammad Furqon, sebagai salah satu warga negara Indonesia yang tengah memperjuangkan hak-haknya, juga tentu tidak bisa langsung dinilai melanggar pidana. Komnas HAM RI melalui suratnya kepada Kapolres Jakarta Utara menerangkan bahwa pokoknya adalah pentingnya mengikuti prosedur hukum yang berlaku.
Direktur Eksekutif Institute for Reform of Economics and Social (IRES), Hari Akbar, menyerukan agar Polres Jakarta Utara menghentikan upaya aduan terhadap Muhammad Furqon. Hal ini terkait dengan usulan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk menangguhkan penahanannya sampai penyelesaian melalui mekanisme mediasi HAM.
Menurut Akbar, lanjutan aduan oleh Polres Jakarta Utara hanya akan memperpanjang catatan buruk kepolisian sebagai alat represif bagi pemodal. "Ini jelas bukan perkara tindak pidana umum, tapi ini adalah kriminalisasi," tegasnya.
Korlap Aksi dari Kampung Bayam, Yusron, mengecam keras keputusan kepolisian yang dinilainya sebagai upaya pelemahan terhadap perjuangan warga untuk mendapatkan hak tinggalnya. Hal ini terkait dengan penanganan laporan aduan yang dianggap lebih condong pada agenda pelemahan daripada keadilan.
"Kriminalisasi aparat terhadap rakyat semacam ini tidak bisa dibiarkan. Jika dibiarkan, nantinya akan banyak rakyat yang berjuang demi haknya, namun malah dimasukkan sel tahanan seperti pelaku kriminal," tegas Yusron.
Dalam konteks Kampung Susun Bayam, Yusron menekankan bahwa masalah ini bukanlah soal tindak pidana, melainkan konflik kepentingan yang seharusnya diselesaikan melalui mediasi. "Ini bukan soal tindak pidana, ini soal konflik kepentingan yang seharusnya diselesaikan di meja mediasi bukan mengkriminalisasi sepihak seperti ini," tambahnya.
Untuk itu Kami, atas nama solidaritas warga Kampung Susun Bayam, dengan ini menyampaikan pernyataan sikap sebagai berikut :
1. Kami menuntut Kapolres Jakarta Utara untuk segera membebaskan Muhammad Furkon tanpa syarat dan penundaan lebih lanjut.
2. Kami mendesak agar pejabat kepolisian yang melakukan tindakan sewenang-wenang dan melanggar prosedur ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku.
3. Kami menegaskan agar segala bentuk represifitas dan kriminalisasi terhadap warga Kampung Susun Bayam dihentikan segera, dan meminta perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi.
4. Kami menekankan bahwa kepolisian harus bertindak secara netral, adil, dan bijaksana, sesuai dengan nilai presisi kepolisian yang dijunjung tinggi dalam menjalankan tugasnya di tengah-tengah masyarakat.
5. Kami mengharapkan agar Kepolisian Jakarta Utara menghormati segala upaya yang telah dilakukan oleh berbagai pihak demi penyelesaian polemik Kampung Susun Bayam, sebagaimana yang direkomendasikan oleh Komnas HAM dalam upaya mediasi.
0 Komentar