𝓦𝓪𝓻𝓽𝓪𝗕𝗨𝗠𝗜𝗚𝗢𝗥𝗔.𝗜𝗗, 𝗗𝗢𝗠𝗣𝗨 - Peristiwa perlawan tidak akan pernah sia-sia, ia akan berlipat ganda pada setiap siklus ruang dan waktu dan tinta sejarah tidak akan pernah kosong mencatat arah keberpihakan perlawanan Mahasiswa dan Masyarakat Tani pada penguasa Dzolim.
"Kita semua harus sama-sama bersepakat bahwa sesungguhnya perubahan akan dimulai pada jalur perlawanan hingga penghancuran, bukan sebaliknya pembangunan yang berujung pada korupsi, kolusi dan nepotisme." ujarnya. Senin (22/4/2024).
Kenapa boikot-memboikot menjadi arus utama dalam gerakan ? Kalau tdk dengan cara-cara itu, kita semua akan khawatir drama kekuasaan tdk akan pernah berakhir dalam tempo waktu yang singkat. Lihat saja bagaimana lamanya keluarga dinasti memimpin Bima dengan suntikan APBN yang begitu fantastis dan Bima tetap dalam kondisi statis. Lalu suara dan tangisan petani siapa yang akan menjaminnya nyampe ke telinga kekuasaan, itulah dasarnya Kita wajib berontak, menentukan dan memastikan nasib kita sendiri di tanah Bima dan Dompu.
"Saya curiga, dengan anjloknya harga jagung hari ini di daerah Bima dan Dompu mendekati Pilkada adalah momentum eksploitasi dan akumulasi modal pemulus kemenangan dalam berkontestasi dan masyarakat tani menjadi tumbang konspirasi busuk kekuasaan yang cenderung korup." katanya.
Dalil sampah menutup gudang, memberikan waktu penguasa dan pengusaha untuk berkordinasi/bernegosiasi dalam rangka memperjuangkan kepentingan petani, juga lempar-melempar kewenangan daerah ke pusat hingga pengaruh dinamika pasar nasional, sungguh alasan begitu menjijikkan.
"Tetap jaga nyala untuk para pejuang di berbagai sudut wilayah tanah Bima dan Dompu, itulah konsekuensi logis melawan kekuasaan. Keringat, air mata, darah dan bahkan nyawa pun adalah sebuah niscaya dalam jalur perlawanan," tutupnya.
0 Komentar