𝓦𝓪𝓻𝓽𝓪𝗕𝗨𝗠𝗜𝗚𝗢𝗥𝗔, 𝗗𝗢𝗠𝗣𝗨 - Nusa Tenggara Barat ( NTB ) merupakan wilayah penghasil/penyumbang jagung terbesar di Indonesia. Melihat potensi ini, maka sudah sewajarnya pengembangan sektor pertanian pada komoditas jagung oleh pemerintah provinsi hingga kabupaten/kota melalui kebijakannya perlu di atensi secara serius. Sebagai upaya dan langkah-langkah konkrit dalam mempercepat laju kesejahteraan masyarakat, sebagaimana misi utama hadirnya konsep otonomi daerah ( Provinsi, Kabupaten/Kota ).
Hari ini kondisi petani jagung di wilayah Nusa Tenggara Barat ( NTB ) wabil khususnya di Bima dan Dompu sungguh memprihatikan. Bagaimana tdk, dengan modal pinjaman di Bank yang begitu banyak, untuk biaya pra-tanam, juga perawatan, hingga panen, semua fase yang dilalui selalu membutuhkan anggaran, lalu pada akhirnya petani mendapatkan harga jagung yang sangat anjlok.
Aktivis sosial Sudirman memandang Pemerintah Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota tidak serius dalam menyikapi persoalan yang terjadi sekarang.
" Anjloknya harga jagung sengaja di mainkan oleh beberapa oknum pemerintah yang ada di provinsi NTB, bisa dilihat dari berbagai gerakan mahasiswa dan Masyarakat Yang menuntut anjloknya harga jagung sampai hari ini tidak mampu di tangani oleh pemerintah Provinsi dan Pemerintahan Kabupate Kota apalagi dalam suasana pilkada." Ujar Sudirman. Minggu (28/4/2024).
Lanjutnya. Tentu, kalau di kalkulasi keseluruhannya, sesungguhnya petani hari ini terancam. Lalu siapa yang akan bertanggung jawab atas kondisi yang di alami petani ? Tidak kah cukup teriakan di berbagai sudut daerah kemarin ? Apakah ia, harus menunggu korban jiwa baru terketuk nuraninya.
Pada prinsipnya, pemda punya hak Vecto nan wewenang guna mengurus daerahnya dengan balutan legalitas konstitusi yang terang.
"Bilamana terjadi ketimpangan atas kondisi petani yang di cekik oleh pengusaha dengan menggarap jagung petani melalui harga yang murah, sungguh tak sulit dan itu sangat sederhana, yaitu cabut izin operasinya, Sebab daerah punya otoritas melebihi pengusaha." katanya.
Tapi itu, tak pernah dilakukan untuk perbaikan nasib petani. Beberapa media massa, online hingga cetak yang merilis soal stabilitas harga jagung yang sudah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
" Melalui Bapanas sampai sekarang belum terbukti di lapangan atau subtansi yang jelas. Ironisnya, kepala daerah hingga wakil ( Kekuasaan NTB ) menjadikannya ajang untuk berlomba-lomba mengklaim diri di media guna promosi diri dalam menjemput kontestasi Pilkada Serentak tahun 2024." Singkatnya.
0 Komentar