SPACE IKLAN

header ads

Cakra Manggilingan, Wolak Walike Zaman dan datangnya Orde Kalabendu

Foto. Ilustrasi.

Dipersembahkan oleh : Ardi Purnomo
5 Mei 2024, 26 Syawal 1445 H, 25 Sawal 1957.
Slipi, the land of the brave.

Banyak hal yang sering dilupakan oleh manusia di dunia modern, terkadang tidak melihat sisi lain hadirnya kaidah kuno tentang kekuasaan hukum alam Cakra Manggiling dan filosofi Jawa "Suro Diro Joyo ningrat lebur dening pangastuti".

Roda perjalanan kehidupan manusia juga kekuasaan ada kalanya berada dipuncak kejayaan dan disaat tertentu akan berada dititik paling bawah dalam Filosofi Jawa yg sangat kental dengan pemikiran sakral yang kadang tidak terjangkau dengan nalar kasat mata.

Dalam sebuah Kepemimpinan yang berlangsung lama, pasti akan mengalami masa kejayaan yang penuh puji-pujian. Tetapi di akhir mulai redup akibat kekuasaan yang digenggamnya abai terhadap nilai2 luhur dan Budi pekerti perlahan tapi pasti akan terperosok di lembah ketidak percayaan rakyat dengan politiknya yg diluar nalar, arogan dan pragmatis demi keluarga mauoun kelompoknya. Hingga melemahkan kaedah yang sangat fundamental, baik dari konstitusi sebagai hukum positif yang selama ini menjadi pijakan bernegara.

Rekayasa hukum yg berpihak kekuasaan dirinya pasti akan abai terhadap nilai moral - etik bangsa Indonesia.

Sikap dan tindakan yang teramat ceroboh pada akhirnya kelak pengadilan Alam Semesta "Suro Diro Joyo Ningrat lebur Dening pangastuti" yang akan terjadi.

Siapa yg sangat diuntungkan dengan gegabahnya selaku pemimpin saat ini adalah pemerintahan selanjutnya yang memang menunggu momment kejatuhan dari pemipin sebelumnya.

Sebagai manusia Indonesia yg mendiami bumi Nusantara yang sangat sakral, kita tidak boleh lupa jika kekuasaan di peroleh dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan koridor hukum, etika , moral cepat atau lambat akan berbuah ketidak baikan dan kesempurnaan kekuasaan yg diraihnya dipastikan tidak amanah.

Kekuasaan yang diperoleh dengan mengorbankan hukum, etika moral dalam pandangan filosofi Jawa akan melahirkan PAGEBLUK (bencana multi dimensi), seperti halnya bencana alam, banjir, gempa bumi, gunung meletus, mahal dan langkanya sandang pangan papan yang hanya terjangkau kalangan terbatas.

Fenomena Pagebluk pun juga meliputi kontestasi di dalam pemilihan umum yang sepatutnya dilambari kejujuran, keadilan, Langsung, Umum Bebas dan Rahasia. Namun jika dipaksakan untuk  menang yang terjadi adalah Pagebluk takkan terelakan dan sudah mulai terbukti. Setelah pemilu beberapa kejadian muncul dimana-mana bencana seperti banjir di Jawa Tengah, beberapa Gunung berapi menunjukkan keaktifannya, harga sembako sangat mahal dan langka didaerah tertentu, nilai tukar rupiah anjlok serta satu persatu bencana muncul dan tidak pernah bisa kita prediksi.

Pengakuan sebuah kemenangan pemilu yang curang dan brutal akan melahirkan pandangan yang kontra produktif. Dimana kita disisi bathin serta jiwa akan meronta dan disisi lain melahirkan keapatisan dalam bernegara di rakyat dan banyak hal lain yang bisa kita lihat dimasa mendatang.

Yang Jadi pertanyaan apakah seorang pemimpin melakukan hal-hal diatas bisa melenggang dengan tenang dan damai dalam mengejar nafsu berkuasa nya yang abai terhadap hukum, moral etika...?

Yang jelas dalam pandangan supranatural berada dalam persimpangan jalan.

Pelantikan pemimpin baru di Indonesia masih berselang lama, kita bisa lihat dinamika masyakat dalam beberapa bulan kedepan.

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar