Oleh : Mustofa Hadi Karya/Ketum FWJ Indonesia
Membedah kembali RUU Penyiaran yang menjadi polemik belakangan ini dikalangan para Jurnalis cukup menguras energy dan emosi, hingga beberapa aliansi maupun Dewan Pers sendiripun menolak keras pemberlakuannya.
Pada dasarnya yang harus dilakukan bukan melakukan revisi UU Penyiaran. Akan tetapi meminta Komisi I DPR RI untuk segera menerbitkan PP (Peraturan Pelaksana) dari UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers.
Mengingat Dewan Pers selalu beralibi memiliki aturan - aturan yang terkesan dibuat sendiri. Karena harus dipahami juga, sampai detik ini UU Pers tidak memiliki Peraturan Pelaksana yang diatur dalam salinan apapun dan bermuara pada konstitusi, serta harus dipahami bahwa UU Pers itu adalah Undang Undang lex specialis.
Mengapa Lex specialis...? Karena UU penyiaran No. 32 tahun 2002 setelah UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers diberlakukan.
Kenapa UU penyiaran juga diterbitkan...? seharusnya Pers hanya memiliki satu peraturan yaitu UU No. 40 tahun 1999. Dari UU Pers itulah dikeluarkan Peraturan Pelaksana (PP) dari turunan UU No. 40 tahun 1999, dimana isinya termasuk penyiaran dan lainnya.
Sayangnya DPR RI tidak melakukan itu, malah mengotak ngatik Undang Undang yang lainnya.
Disini para tokoh Pers, tokoh Masyarakat, organisasi organisasi Pers, para golongan seharusnya meminta DPR RI agar melakukan RDP membahas Peraturan Pelaksana dari UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers dan membatalkan UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, bukan merevisi Undang Undang penyiaran tersebut.
Selain itu, sebagai garda terdepan NKRI yang memiliki tujuan sebagai Kontrol Publik Tata Kelola Pemerintah, disinilah tugas kita bersama untuk terus kencangkan UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) No. 14 tahun 2008 agar tidak ada lagi pejabat berani terhadap tupoksi jurnalis. Maka secara otomatis, investigasi yang memuat berbagai skandal pejabat publik dapat diungkap dengan fakta sejelas - sejelasnya.
0 Komentar