SPACE IKLAN

header ads

Gaya Hidup dan Risiko HIV/AIDS Generasi Z

Foto. Ilustrasi

                                                    

Oleh. Debi Lilyana Putri

Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan virus virus sejenisnya umumnya ditularkan melalui kontak langsung antara lapisan kulit dalam (membran mukosa) atau aliran darah, dengan cairan tubuh yang mengandung HIV, seperti darah, air mani, cairan vagina, cairan preseminal, dan air susu ibu. Penularan dapat terjadi melalui hubungan intim (vaginal, anal, ataupun oral), transfusi darah, jarum suntik yang terkontaminasi, antara ibu dan bayi selama kehamilan, bersalin, atau menyusui, serta bentuk kontak lainnya dengan cairan-cairan tubuh tersebut. HIV telah menjadi salah satu tantangan terbesar di seluruh dunia ,dengan jutaan orang terdampak setiap tahun,meskipun  pengetahuan tentang penyakit ini semakin meluas,angka inveksi HIV masih tinggi salah satu faktornya yaitu gaya hidup,terutama yang berkaitan dengan aktivitas sehari-hari yang berkaitan dengan perilaku seksual ,penggunaan obat-obatan ,serta akses terhaadap layanan kesehatan sangat berpengaruh terhadap kemungkinaan seseorang tertular HIV.

  Generasi Z yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012 tumbuh di era digital yang sangat terhubung dan penuh informasi  mereka memiliki akses yang cepat terhadap teknologi atau media sosial lainnya serta berbagai informasi mengenai kesehatan bisa di akses melalui media sosial.Namun di balik kemudahan akses ini tantangan kesehatan seperti HIV/AIDS ini masih menjadi ancaman terbesar,meski informasi tentang HIV/AIDS lebih mudah di akses pemahaman mendalam tentang resiko dan cara penularan belum merata di kalangan Generasi Z ,banyak di antara mereka yang mungkin berpikir bahwa HIV hanya mengancam kelompok tertentu   atau telah bisa diobatkan sepenuhnya ,padahal hingga saat ini belum ada obat yang dapat menyembuhkan HIV meski pengobatan antiretroviral (ARV) dapat menekan perkembangan virus. Data dari Kementrian Indonesia memperlihatkan bahwa nyaris dari 50 %  orang yang hidup dengan HIV adalaah remaja dan dewasa muda (usia 15-29).

Menurut laporan tahunan Rugers WPF Indonesia terdapat 36,2% kasus AIDS pada kelompok usia (15-29)tahun data kasus HIV menunjukkan bahwa dari total 118.787 kasus HIV dan 45.650 kasus AIDS ,berkaitan dengan ciri-ciri  AIDS gejala baru 3-10 tahun setelah terinfeksi yang menunjukkan bahwa sebagian besar penderita AIDS terinfeksi pada usia muda.Remaja adalah kelompok berisiko tinggi,hubungan yang sudah ada sebelumnya yang mempengaruhi narkoba,kehamilan yang tidak diinginkan ,pernikahan yang tidak di sengaja ,peradangan menular seksual,HIV/AIDS. Perilaku seks bebas pada remaja dapat di sebabkan oleh faktor perilaku seperti pengetahuan,sikap,keyakinan, dan nilai-nilai akibat akumulasi perilaku dalam ikatan sehari-hari remaja dengan lingkungan sekitar.Gaya hidup generasi z sangat di pengruhi oleh pengetahuan teknologi dan aksesibilitas informasi,menurut survey nasional kesehatan tahun 2022 ,meskipun mereka memiliki akses informasi kesehatan yang lebih baik di bandingkan generasi sebelumnya banyak di antaranya masih kurang memahami pentingnya Pendidikan seksual komprhensif .Menurut Laporan WHO (2022)  Peningkatan penggunaan aplikasi kencan di kalangan anak muda turut meningkatkan potensi risiko penularan HIV/AIDS jika ridak diiringi dengan edukasi kesehatan seksual yang memadai.Seks bebas seringkali di kaitkan dengan kebebasan seksual dan onotomi individu terutama dikalangan Generasi Z ,dengan kemajuan teknologi ,aplikasi kencan memfasilitasi pertemuan cepat antarindividu tanpa harus terlibat dalam komitmen emosional yang lebih mendalam ,hal ini menciptakan ruang yang dimana hubungan seksual lebih mudah dilakukaan tanpa batasan budaya dan norma yang dulu lebih mengikat dan ini menyebabkan terjadinya konsekuensi yang sangat serius ketika seseorang melakukan hubungan seksual dengan lebih dari satu orang dalam waktu yang berdekatan ,risiko terpapar penyakit HIV akan meningkat karena penyakit tersebut seringkali tidak menunjukkan gejala padaa tahap awal. Salah satu faktor utama yang menyebabkan risiko HIV/AIDS tinggi di kalangan Generasi Z adalah kurangnya edukasi kesehatan seksual yang komphrenship ,di banyak negara Pendidikan mengenai HIV/AIDS masih terbatas pada pengetahuan dasar tanpa memberikan pemahaman yang mendalam tentang pencegahan dan risiko perilaku seksual berisiko . Davit et al (2020) menemukan bahwa di Amerika hanya sekitar 60% remaja yang mendapatkan Pendidikan seksual yang mencakup informasi tentang HIV/AIDS secara menyeluruh. Edukasi yang tidak memadai ini membuat generasi muda kurang menyadari pentingnya melaakukan tes HIV secaraa berkala dan menggunakaan alat kontrasepsi yang tepat.

Pada beberapa individu Generasi Z, penggunaan jarum suntik terjadi dalam konteks penyalahgunaan narkoba ,terutama narkoba jenis heroin dan opioid ,penyalahgunaan narkoba suntik sangat berbahaya karena bisa menyebabkan penularan HIV ini dapat terjadi ketika pengguna narkoba berbagi jarum suntik yang terkontraminasi dengan darah yang mengandung virus.Menurut penelitian dari (WHO) berbagi jarum suntik yang tidak steril adalah salah satu jalur penularan HIV yang paling umum di kalangan penggunaan narkoba suntik, Generasi Z yang terlibat dalam penyalahgunaan narkoba suntik seringkali terpapar risiko ini jika mereka tidak memiliki akses ke jarum suntik yang bersih atau tidak memahami berbagai risiko peralatan suntik. . Salah satu tantangan terbesar  dalam penanganan HIV di Indonesia adalah kesulitan dalam mendektesi penderita.Penyakit ini seringkali tidak menunjukkan gejala yang jelas pada tahap awal ,dan banyak penderita enggan melakukan pemeriksaan karena khawatir terhadap stigma sosial yang melekat pada HIV/AIDS .Stigma ini menyebabkan banyak orang yang berisiko tinggi terutama pada kalangan LSL dan pelanggan pekerja seks dan mereka merasa malu untuk memeriksa diri ke fasilitas kesehatan. Pemerintah juga telah mengambil Langkah strategis untuk menangani penyebaran HIV/AIDS,salah satunya adalah  dengan menyediakkan fasilitas kesehatan yang lengkap,baik di puskesmas maupun rumah sakit ,untuk memfasilitasi pemeriksaan dan pengobatan.Pemerintah juga aktif melakukan sosialisasi kepada masyarakat ,khususnya remaja melalui program-program Pendidikan kesehatan .Tujuannya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bagaimana pentingnya deteksi dini serta menghindari perilaku beresiko tinggi..Peneliti  berharap kita juga perlu adanya promosi kesehatan seperti petugas kesehatan mendatangi spot komunitas LSSL dan Wanita penjaja seks (WPS) untuk melakukan promosi kesehatan dan pemeriksaan ini membuat banyak dari mereka yang tadinya malu datang sendiri ke fasilitas kesehatan bisa mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut.Dan perngobatan HIV/AIDS sekarang sudah melibatkan terapi ARV yang membantu mengendalikan virus dan mencegah perkembangan ke tahap AIDS,meskipun akses layanan pengobatan masih terbatas upaya yang terus dilakukan untuk meningkatkan kompetensi SDM kesehatan dan ketersediaan layanan tes dan pengobatan HIV/AIDS. Namun demikian,keberhasilan dari upaya ini masih sangat bergantung pada partisipasi masyarakat,mereka yang merasa memiliki resiko diimbau untuk tidak ragu memeriksakan diri karena pemerintah menjamin kerahasiaan data pasien.Langkah ini sangat penting untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dan memberikan pengobatan yang lebih efektif bagi mereka yang sudah terinfeksi. Edukasi tentang HIV/AIDS menjadi bagian integral dari upaya pencegahan ,sosialisasi tidak hanya dilakukan di lingkungan masyarakat umum tetapi juga disekolah-sekolah dan organisasi pemuda, kerja sama antara pemerintah,komunitas,dan Lembaga non-pemerintah,pendekatan yang dimaksud yaitu pendekatan yang lebih humanis,yang menghargai hak-hak penderita HIV dan juga menjadi kunci dalam mendukung mereka untuk mengakses pengobatan dan layanan kesehatan tanpa takut terhadap diskriminasi .Peneliti berharap Kampanye melawan stigma harus di perkuat agar masyarakat lebih terbuka dalam mendukung upaya pencegahan dan pengobatan HIV/AIDS dan kasus HIV/AIDS bisa terus ditekan melalui kolaborasi berbagai pihak ,dukungan moral dan sosial dari masyarakat juga sangat diperlukan untuk mengurangi beban psikilogis bagi mereka yang terinfeksi . Pemerintah terus menekankan pentingnya perilaku hidup  sehat serta pemeriksaan rutin bagi mereka yang berisiko sebagai Langkah utama untuk pencegahan penyebaran virus di Indonesia.

Dari perspektif kacamata sosiologi, fenomena ini dapat di pahami melalui Teori Fungsional dari Emile Durkheim,Menurut Emile Durkheim masyarakat memiliki struktur sosial yang saling terikat dan stabil. HIV /AIDS sebagai masalah sosial muncul ketika terdapat disfungsi dalam struktur sosial,seperti lemahnya sistem Pendidikan dan layanaan kesehatan di beberapa daerah disfungsi ini dapat dilihat dalam rendahnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan reproduksi dan HIV/AIDS ,masyarakat yang tidak memperoleh infomasi ini yang memadai cenderung melenggangkan perilaku berisiko seperti tidak menggunakan kondom atau minimnya pemeriksaan kesehatan.Kedua menggunakan teori Labeling dari Horward Becker,teori ini menjelaskan bagaimana stigma sosial yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang,penderita penyakit HIV/AIDS seringkali mengalami stigma negatif dari masyarakat,label sebagai “orang sakit” atau immoral dapat menyebabkan penderita enggan melakukan tes kesehatan atau mencari pengobatan ,stigma ini memperburuk penyebaran HIV/AIDS karena mereka yang terinfeksi merasa takut untuk terbuka atau mengakses layanaan kesehatan. 

Kesimpulan

Gaya Hidup memiliki peran yang signifikan dalam resiko tertular HIV/AIDS . Perilaku seksual yang tidak aman ,penggunaan narkoba ,kurangnya akses terhadap layanan kesehatan serta adanya stigma sosial  terhadap pengidap HIV menjadi faktor yang memperbesar risiko menyebaran penyakit ini .Untuk mencegah peningkatan  kasus HIV ini penting bagi setiap individu untuk lebih sadar akan gaya hidup sehat serta mendorong masyarakat luas untuk tidak mendiskriminasi  dan memberikan dukungan kepada mereka yang terinfeksi.Pencegahan adalah kunci dalam memerangi HIV /AIDS dan perubahan gaya hidup yang positif dapat menyelamatkan banyak nyawa.

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar