𝓦𝓪𝓻𝓽𝓪𝗕𝗨𝗠𝗜𝗚𝗢𝗥𝗔.𝗜𝗗| 𝗠𝗔𝗧𝗔𝗥𝗔𝗠 – Tindakan DPRD dan Sekretariat DPRD NTB yang tidak mencabut laporan hukum terkait aksi penyelamatan demokrasi pada 23 Agustus 2024 dinilai sebagai upaya membungkam kebebasan berpendapat. Laporan tersebut kini telah naik ke tahap penyidikan oleh Subdit III Ditreskrimum Polda NTB sejak 17 September 2024, dengan delapan mahasiswa terlapor. Pemeriksaan terhadap para mahasiswa tersebut berlangsung hari ini, Selasa (1/10/2024), dengan jumlah saksi yang telah diperiksa mencapai 16 orang, sebagian besar berasal dari Universitas Mataram (UNRAM), didampingi oleh 10 pengacara publik dan paralegal dari Tim Pembela Aliansi Rakyat NTB Melawan.
Tim pembela mahasiswa terdiri dari gabungan BKBH Fakultas Hukum UNRAM, LKBH Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMAT), LSBH, dan PBHM NTB, menilai tindakan DPRD NTB sebagai bentuk judicial harassment. Mereka memanfaatkan delik pengrusakan gerbang untuk menegaskan bahwa lembaga tersebut anti kritik dan abai terhadap konstitusi. Pasal 170 KUHP yang mengatur tentang pengrusakan digunakan sebagai alat kriminalisasi terhadap mahasiswa, sementara aspirasi mahasiswa terkait penyelamatan demokrasi diabaikan.
Aksi yang terjadi pada 23 Agustus 2024 di depan Kantor DPRD NTB berawal dari upaya mahasiswa untuk menyampaikan aspirasi terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024, yang dianggap penting untuk menjaga demokrasi. Putusan MK tersebut mengubah ambang batas pengusungan calon kepala daerah, namun revisi Undang-Undang Pilkada oleh DPR RI justru dianggap bertentangan dengan putusan tersebut.
Dalam aksi tersebut, mahasiswa berusaha bertemu dengan pimpinan DPRD NTB untuk menyampaikan aspirasi mereka. Namun, permintaan tersebut tidak segera direspon, meskipun massa aksi telah menunggu sejak pagi. Ketika sorenya terjadi insiden gerbang yang lepas dari engsel, barulah mahasiswa diperkenankan masuk ke pekarangan kantor DPRD.
Menurut Tim Pembela Aliansi Rakyat NTB Melawan, insiden rusaknya gerbang bukanlah tindakan yang direncanakan. Massa aksi yang kelelahan diduga secara spontan mendorong gerbang agar menarik perhatian pihak DPRD. Mereka pun menilai ada upaya menjebak massa aksi dengan menciptakan alasan untuk kriminalisasi.
"Kami berharap kepada Bapak Kapolda NTB dan Kepala Kejaksaan Tinggi NTB agar melihat kasus ini secara komprehensif, tidak hanya berdasarkan kerusakan fisik gerbang, tapi juga mempertimbangkan tujuan aksi, yaitu menyelamatkan demokrasi," kata Imam Zazuni, anggota Tim Pembela Aliansi Rakyat NTB Melawan pada wartabumigora, Selasa (01/10/2024).
Ia menambahkan, aksi tersebut adalah bagian dari hak konstitusional mahasiswa untuk menyuarakan pendapat. Negara, menurutnya, memiliki kewajiban untuk melindungi, menghormati, dan memenuhi hak asasi manusia setiap warganya, termasuk hak kebebasan berpendapat.
1 Komentar
Dpr anti kritik
BalasHapus