WARTABUMIGORA.ID|MATARAM - Ribuan mahasiswa UIN Mataram yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa UIN Mataram hari ini turun ke jalan menyuarakan keresahan kolektif atas maraknya kasus kekerasan seksual (TPKS) yang terjadi di lingkungan kampus, Kamis (22/05-2025).
Aksi ini menjadi bentuk desakan nyata kepada birokrasi kampus untuk berkomitmen mengawal penyelesaian kasus sampai tuntas, tanpa ada yang ditutup-tutupi.
Dalam orasinya, Presiden Mahasiswa UIN Mataram Abed Aljabiri Adnan menyatakan bahwa kampus telah gagal secara sistemik dalam memberikan rasa aman kepada mahasiswanya, khususnya perempuan.
"Kampus seharusnya menjadi ruang aman untuk belajar dan tumbuh, bukan tempat di mana relasi kuasa dimanfaatkan untuk mencederai martabat mahasiswa. Kami tidak akan diam hingga semua pelaku ditindak, dan korban mendapat keadilan," tegas Abed.
Aksi ini dilatarbelakangi oleh temuan mengejutkan hasil investigasi internal, yang mencatat 25 kasus kekerasan seksual sejak 2021 hingga 2024. Mirisnya, diduga terdapat 3 mahasiswa yang menjadi korban hingga mengalami kehamilan. Sebagian besar korban berasal dari kalangan mahasiswa penerima beasiswa dan penghuni Mahad, yang secara sosial dan ekonomi berada dalam posisi rentan.
Mahasiswa juga menyoroti kegagalan Satgas PPKS Bernama UIN Care yang dianggap tidak berpihak pada korban dan tunduk pada kepentingan birokrasi. Alih-alih menjadi ruang aman, Satgas justru menjadi simbol kosong tanpa keberanian dan integritas.
Menanggapi aksi tersebut, Wakil Rektor I UIN Mataram, Prof. Dr. H. Adi Fadli, M.Pd, menyampaikan komitmen akan membuat satgas PPKS yang ada di UIN Mataram lebih baik kedepannya.
"Pihak rektorat tidak akan menutup-nutupi. Kami terbuka, dan akan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem penanganan TPKS di kampus, termasuk meninjau kembali keberadaan dan fungsi Satgas PPKS," ungkapnya di hadapan massa aksi.
Dalam pernyataan sikapnya, mahasiswa menuntut:
1. Sanksi tegas tanpa kompromi bagi pelaku kekerasan seksual.
2. Pembentukan Satgas PPKS independen yang berpihak pada korban.
3. Jasminan ruang aman dan perlindungan penuh terhadap mahasiswa Mahad.
4. Penghapusan praktik pembungkaman terhadap korban dan saksi.
5. Keterbukaan Birokrasi dalam penanganan kasus TPKS ke POLDA NTB.
Aksi hari ini menjadi pengingat keras bahwa kekerasan seksual bukan isu yang bisa diselesaikan dengan diam, melainkan harus dihadapi dengan keberanian, ketegasan, dan komitmen terhadap keadilan.
0 Komentar