Oleh: Lalu Ratmawa wirajuna, Pelaku Pariwisata, Warga Gerung
Dari sudut pandang pariwisata, inisiatif Car Free Night (CFN) yang digelar rutin di kawasan Taman Kota Gerung (yang lebih dikenal masyarakat sebagai Penas), bukan hanya sebuah agenda hiburan mingguan. Lebih dari itu, ini adalah momentum strategis untuk memperkuat daya tarik wisata berbasis budaya, sekaligus menggerakkan roda ekonomi rakyat dari desa ke kota.
CFN menjadi wujud nyata dari visi besar Pemerintah Kabupaten Lombok Barat: “Lombok Barat Sejahtera dari Desa.” Lewat pendekatan ini, potensi-potensi desa seperti seni tradisional, kerajinan tangan, kuliner khas, hingga kreasi pemuda kreatif dapat dikurasi dan dibawa tampil ke pusat aktivitas publik. Desa tidak lagi hanya menjadi objek pembangunan, tetapi pelaku utama dalam merancang wajah baru Lombok Barat yang berdaya saing dan bernuansa lokal.
CFN adalah ruang wisata budaya yang hidup, tempat wisatawan, warga lokal, dan pelaku seni bertemu tanpa sekat. Keunikan dari kegiatan ini bukan pada kemewahan atau skala produksi, melainkan pada keaslian interaksi, narasi lokal, dan kedekatan emosi. Ini adalah bentuk pariwisata yang semakin dicari: otentik, partisipatif, dan berdampak langsung ke masyarakat.
Bagi wisatawan, menyaksikan pertunjukan musik tradisional, teater rakyat, atau tari kreasi di bawah langit terbuka adalah pengalaman yang tak bisa diduplikasi di hotel atau destinasi buatan. Mereka bisa mencicipi kuliner khas Lombok Barat langsung dari tangan pembuatnya, membeli kerajinan yang dibuat dengan kisah lokal, dan bahkan berinteraksi langsung dengan para seniman.
Bila CFN dikembangkan secara konsisten dan dikemas dengan pendekatan pariwisata yang ramah komunitas (community-based tourism), maka Gerung bisa menjelma menjadi pintu masuk baru pariwisata budaya NTB.
Kegiatan seperti CFN harus dilihat sebagai jembatan strategis antara desa-desa produktif dengan pasar yang lebih luas di kota. Taman Kota Gerung, yang selama ini cenderung pasif, kini menjadi panggung yang menghubungkan berbagai potensi desa ke dalam sebuah pertunjukan publik yang bernilai ekonomis dan kultural.
Bayangkan jika desa-desa di Kabupaten Lombok Barat mengisi ruang-ruang dalam CFN dengan produk unggulan mereka—baik dalam bentuk kriya, seni pertunjukan, maupun kuliner khas. Ini bukan hanya soal transaksi ekonomi, tetapi juga penguatan identitas dan jejaring sosial antarwilayah.
Dengan strategi yang tepat, Pemerintah Lombok Barat bisa mengembangkan jalur pariwisata budaya desa-kota, di mana setiap akhir pekan, masyarakat dan wisatawan diajak “berwisata budaya” ke CFN Gerung, sekaligus didorong untuk mengeksplorasi desa-desa sekitarnya yang ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.
Sebagai warga Gerung yang tumbuh besar di kota kecil ini—yang dulu sunyi setelah jam kantor berakhir, sepi setelah suara azan Isya—saya merasakan sendiri bagaimana Car Free Night mengembalikan denyut kehidupan di tanah kelahiran saya. Jalanan yang dulu gelap kini bersinar oleh tawa anak-anak, suara gitar akustik, aroma jagung bakar, dan semangat kolektif yang tumbuh dari bawah, dari rakyat sendiri.
Namun saya juga tahu, semangat saja tidak cukup. Jika ingin menjadikan Car Free Night sebagai daya tarik wisata yang berkelanjutan, kita perlu lebih dari sekadar panggung mingguan. Kita butuh strategi. Kita butuh keberpihakan anggaran. Kita butuh sistem. Kita butuh keberanian untuk bermimpi lebih besar—bahwa Gerung bisa dikenal bukan hanya sebagai kota pemerintahan, tetapi sebagai jantung kebudayaan dan pusat wisata kreatif Lombok Barat.
Ini bukan mimpi kosong. Kita sudah punya bahan bakunya: seniman, pelaku UMKM, komunitas pemuda, sejarah panjang, dan semangat gotong royong yang belum pernah padam. Tinggal bagaimana pemerintah, masyarakat, dan dunia pariwisata bisa duduk bersama, membangun ekosistem yang adil, inklusif, dan bertahan dalam jangka panjang.
Saya menulis ini bukan hanya sebagai pekerja pariwisata semata, tetapi sebagai anak Gerung yang percaya , kalau ada secercah cahaya dari desa untuk Lombok Barat, maka cahayanya sedang menyala dari Taman Kota ini, dari Car Free Night, dari hati masyarakat yang mencintai budayanya sendiri.
Jangan padamkan cahaya itu.
0 Komentar