SPACE IKLAN

header ads

DBHCHT Menguap, Masuk Kantonh Siapa?, Ini Hasil Dialog PKC PMII Bali - Nusra

Foto. Istimewa.

Minggu, 28 Juni 2025.
Oleh, Den.

WARTABUMIGORA.ID |LOMBOK TIMUR-  Transparansi dan ketepatan sasaran Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) kembali menjadi sorotan. Pengurus Koordinator Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PKC PMII) Bali-Nusa Tenggara menggelar dialog publik bertajuk “DBHCHT Menguap, Masuk Kantong Siapa?” di Mataram, Rabu (26/6).

Dialog ini menghadirkan perwakilan Bappeda NTB, Dinas Pertanian NTB, serta Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD NTB. Kegiatan tersebut menjadi ajang kritik terhadap pengelolaan DBHCHT yang dinilai belum berpihak secara nyata pada petani tembakau.

Ketua PKC PMII Bali-Nusra dalam sambutannya menegaskan, DBHCHT seharusnya menjadi alat untuk menyejahterakan petani, bukan sekadar angka dalam laporan.

“Kami khawatir, dana DBHCHT justru menguap tanpa arah. Padahal ini hak petani. Jika tidak diawasi, potensi penyimpangan akan terus berulang,” ujarnya.

Dalam paparannya, Bappeda NTB menjelaskan bahwa alokasi DBHCHT tahun 2025 meningkat 3 persen dibanding tahun sebelumnya. 

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72 Tahun 2024, dana ini dibagi ke dalam tiga sektor: kesejahteraan masyarakat maksimal 50 persen, kesehatan minimal 40 persen, dan penegakan hukum maksimal 10 persen.

Untuk NTB, Bappeda menyebutkan bahwa 46 persen DBHCHT dialokasikan ke sektor kesehatan, sementara 48 persen diarahkan untuk mendukung petani tembakau dan masyarakat kurang mampu.

Sementara itu, Dinas Pertanian NTB menjelaskan bahwa dana cukai telah digunakan untuk mendukung pertanian, seperti pengadaan mesin rajang, pembangunan irigasi tersier, dan perbaikan jalan tani. Namun, untuk mendapat bantuan tersebut, kelompok tani harus mengajukan proposal melalui sistem Simultan.

Kritik keras disampaikan oleh Ketua Bapemperda DPRD NTB. Ia menyoroti ketiadaan alokasi pupuk pada tahun 2025 dan menilai program jalan tani tidak berdampak signifikan terhadap produksi tembakau.

“Dana ini harus dirasakan langsung oleh petani. Bukan untuk proyek yang tidak relevan. Evaluasi menyeluruh perlu dilakukan,” tegasnya.

Keluhan juga muncul dari masyarakat, termasuk warga Desa Pene, yang mengaku tak mendapat bantuan alat pertanian selama dua tahun terakhir, meski menjadi daerah penghasil tembakau unggulan.

Dialog ini ditutup dengan seruan agar pengelolaan DBHCHT dilakukan secara transparan dan berbasis kebutuhan riil.

PMII menegaskan komitmennya untuk terus mengawal kebijakan publik agar berpihak pada rakyat kecil, terutama petani tembakau yang selama ini hanya menjadi penonton dalam distribusi anggaran.

Baca Juga

Posting Komentar

0 Komentar