WARTABUMIGORA.ID|LOMBOK BARAT – Polemik terkait penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Lombok Barat tahun anggaran 2026 kembali menjadi sorotan publik.
Hingga batas waktu yang ditentukan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Lombok Barat saat ini belum juga menyetujui rancangan APBD yang diajukan oleh pihak eksekutif.
Situasi ini menimbulkan kekhawatiran akan terhambatnya roda pemerintahan dan pembangunan di daerah. Padahal, APBD merupakan instrumen vital dalam menjamin keberlangsungan program-program pelayanan publik, pembangunan infrastruktur, serta pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Menanggapi kondisi tersebut, Direktur Nasional Corruption Watch (NCW), Fathurrahman, menegaskan bahwa pemerintah daerah memiliki dasar hukum yang kuat untuk tetap menjalankan roda pemerintahan meskipun APBD belum disetujui DPRD.
“Peraturan Kepala Daerah (PERKADA) adalah jalan satu-satunya demi kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat ketika proses politik di legislatif menemui jalan buntu,” ujar Fathurrahman, Rabu (12/11/2025).
Ia menjelaskan bahwa langkah tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (yang telah diubah terakhir dengan UU Nomor 9 Tahun 2015) serta Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
" Dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa jika DPRD dan kepala daerah tidak menyetujui bersama rancangan peraturan daerah tentang APBD paling lambat satu bulan sebelum tahun anggaran berjalan, maka kepala daerah dapat menetapkan APBD melalui PERKADA (Peraturan Kepala Daerah)." katanya.
Lebih lanjut, Fathurrahman menegaskan bahwa terdapat konsekuensi hukum bagi pihak legislatif yang tidak menjalankan kewajibannya dalam penetapan APBD.
“Konsekuensinya jelas. DPRD yang tidak menetapkan atau mengesahkan APBD bisa dikenai sanksi administratif selama enam bulan berupa penghentian pembayaran hak dan kewajibannya,” ungkapnya.
Menurutnya, sanksi ini bukan semata-mata bentuk hukuman, melainkan dorongan agar lembaga legislatif tetap menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya secara profesional dan berorientasi pada kepentingan masyarakat, bukan kepentingan politik sempit.
Fathurrahman juga menyatakan dukungan penuh terhadap langkah Bupati Lombok Barat apabila nantinya memutuskan untuk menetapkan APBD melalui PERKADA.
“Jika sampai batas waktu yang diatur para legislatif belum juga menetapkan atau mengesahkan APBD tahun ini, maka saya sangat mendukung langkah Bupati Lombok Barat untuk menggunakan PERKADA. Ini bukan semata keputusan politik, tetapi langkah strategis demi keberlanjutan pembangunan daerah,” tegasnya.
Ia menambahkan, masyarakat tidak boleh menjadi korban dari tarik-menarik kepentingan politik antara eksekutif dan legislatif. Pembangunan daerah dan pelayanan publik harus tetap berjalan tanpa hambatan.
Ia menilai ketidaksepahaman antara eksekutif dan legislatif dalam pembahasan APBD dapat berimplikasi serius terhadap kesejahteraan masyarakat, terutama pada program prioritas seperti pendidikan, kesehatan, dan bantuan sosial.
Oleh karena itu, langkah Bupati Lombok Barat yang bersiap menggunakan PERKADA dinilai sebagai upaya menjaga keseimbangan dan kesinambungan jalannya pemerintahan daerah.
“Pada akhirnya, tujuan utama dari APBD adalah untuk memastikan pembangunan berjalan, pelayanan publik tidak terganggu, dan kesejahteraan masyarakat tetap menjadi prioritas utama,” pungkas Fathurrahman.

0 Komentar