Oleh: Iyuk Wahyudi, Pemerhati Politik Nasional dan Penggiat CSR.
Sejatinya Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah propinsi yang memiliki banyak syarat untuk menjadi kawasan maju dan terdepan. Dari segi kesediaan sumber daya alam, NTB merupakan kawasan yang kaya sumber daya alam, baik sumber daya pertanian, perkebunan, peternakan, kelautan, maupun kekayaan tambang. NTB, khususnya di di Pulau Lombok, bahkan di masa lalu dikenal dengan sebutan Pulau Gogo Rancah, yang menggambarkannya sebagai penghasil pertanian dan palawija utama di kawasan timur.
Dari sudut pandang potensi pariwisata, NTB merupakan kepulauan yang memiliki garis pantai nan indah terpanjang dengan hamparan pasir putih dan hitamnya yang memikat turis asing dan domestik untuk melancong.
Secara kelengkapan infrastruktur wilayah, NTB juga memiliki kualitas infrastruktur yang cukup memadai, dengan dukungan jalan lintas, pelabuhan dan bandara internasional, yang memungkinkan aksesibilitas di segala lini berjalan dengan baik.
Masyarakat NTB juga dikenal dengan masyarakat religiusnya, terdapat banyak pondok pesantren, ratusan tuan guru, bahkan mendapatkan julukan Negeri Seribu Masjid, yang makin memperkuat klaim tersebut.
Di NTB juga terdapat cukup banyak kampus negeri yang menghasilkan lulusan-lulusan berkualitas dan kompeten.
Dari sederet fakta-fakta yang membawa optimisme tersebut, kita juga dihadapkan pada kenyataan bahwa hingga sekarang NTB masih saja berkutat di barisan 10 besar propinsi termiskin nasional dengan index sumber daya manusia yang juga terendah. Hanya unggul dari wilayah tetangga NTT, dan beberapa propinsi hasil pemekaran baru.
Tentu ini menjadi pertanyaan, bagaimana hal paradoks tersebut bisa terjadi. Pasti ada yang salah, atau setidaknya ada hal perlu dilakukan upaya perbaikan secara serius.
Hal pertama yang harus diubah atau diperbaiki adalah pola pikir mayoritas masyarakat kita. Pola pikir yang gampang menyerah, pasrah pada keadaan. Sadar bahwa kondisi masyarakat tidak baik- baik, tapi juga tak memiliki keyakinan bahwa ada peluang menjadi lebih baik. Lalu, menutup diri dan menolak tentang isu perubahan, terkungkung pada pola pikir lama yang sejatinya biasa saja. Seperti misalnya, merasa yakin bahwa seorang pemimpin yang baik hanyalah yang ada di lingkup mereka dan yang mereka telah lama kenal. Padahal, tak sedikit para pejabat atau pemimpin lama tersebut terjebak dalam pola pikir statis, tersandera oleh banyak persoalan masa lalu, dan menjalankan amanah jabatannya sekedar rutinitas tanpa memiliki keberanian untuk berinovasi dan berkreasi dalam melayani rakyat.
Berani untuk Mencoba Hal Baru.
Agar bisa keluar dari jerat dan jebakan Kawasan Tertinggal, kita bisa belajar dari daerah-daerah lain yang mampu melepaskan diri dari jebakan tersebut.
Kabupaten Bantaeng adalah salah satunya. Pada satu-dua dekade lalu, Bantaeng merupakan salah satu kabupaten termiskin di Propinsi Sulawesi Selatan. Tak banyak yang mengenal daerah tersebut. Angka kemiskinan tinggi, pertumbuhan ekonomi rendah, infrastruktur ekonomi yang memprihatinkan, dan relatif terisolasi dari daerah-daerah lainnya. Masyarakatnya saat itu sudah pasrah menerima keadaan, dan tidak yakin ada jalan untuk keluar dari situasi sulit tersebut. Lalu muncullah sosok putera daerah, seorang peofesor pertanian dari kampus Jepang yang bernama Nurdin Abdullaah. Beliau seorang akademisi, dan tidak memiliki pengalaman di birokrasi pemerinrah daerah. Lalu, hanya dalam rentang waktu 5-7 tahun beliau dipeecaya sebagai kepala daerah, Bantaeng menjadi kabupaten dengan tingkat pertimbuhan ekonomi tertinggi di Sulawesi Selatan, mengalami 5x lipat kenaikan dari masa awal menjabat, angka kemiskinan yang menurun tajam, serta indek sumber daya manusia yang meningkat pesat dengan suksesnya program stunting dan beasiswa pendidikan bagi ASN dan lulusan SMU.
Begitu juga dengan apa yang terjadi di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, dengan sosok pemimpin spiratifnya, Dr. Azwar Anas. Daerah yang dulu dikenal agak hitam, pusat warok, santet, dan hal lain yang kurang positif, berubah menjadi salah satu kabupaten dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi dan terdepan.
Juga, di Kabupaten Kulon progo ada figur bupati dr. Hasto Wardoyo, sosok revoluisoner yang mengenalkan program kemandirian fenomenal, ‘Bela Beli Kulonprogo’. Menjadikan Kulon progo mampu mengejar ketertinggalan dibanding kabupaten/kota lain di Yogyakarta.
Ketiga sosok tersebut pada akhirnya dipercaya untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi. Prof Nurdin Abdullaah menjadi Gubernur Sulsel, meskipun di akhir jabatannya beliau tersandung kasus korupsi. Dr. azwar Anas saat ini menjadi Menteri PAN & RB, dan dr. hasto Wardoyo dipercaya menjadi Kepala BKKBN.
Belajar dari ketiga kasus tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa sosok pemimpin yang tepat dan berkualitas sangat berpeluang untuk mengubah keadaan menjadi lebih baik. Keluar dari situasi rutin yang biasa-biasa aja, terjebak dalam lubang keterbelakangan, lalu bangkit dan gagah untuk bersanding sejajar dengan daerah lain yang telah lebih dahuli eksis.
Namun semua itu hanya akan terjadi bila mana rakyat berani berpikir ‘tidak biasa’, dengan memberikan kesempatan sosok berkualitas baru, yang bersih dari beban dan dosa masa lalu, memiliki rekam jejak kepemimpinan yang mumpuni, dan tentunya yang memiliki semangat untuk melayani, untuk memimpin dan membawa rakyat ke arah yang lebih baik. Dobrak pola pikir usang, pola pikir ala kadarnya, gak mau ribet, yang didasari oleh kepasrahan yang keliru.
Bagaimana dengan NTB ke depan? Semua kembali kepada masyarakat NTB sendiri. Puas dengan kondisi yang begitu-begitu saja, atau justru ingin mencoba dan terus berikhtiar untuk mas adepan NTB yang lebih baik?
Sosok Dr. Lalu Muhamad Iqbal adalah sosok yang layak untuk menjadi calon pemimpin inspiratif, pendobrak, dan tidak biasa. Beliau kembali ke kampung halamannya bukan sebab karirnya mentok atau susah tak dipakai. Karir beliau masih panjang, bahkan di beberapa simulasi kabinet maaa depan, nama beliau muncul sebagai salah satu kandidiat menteri. Beliau kembali pulang bukan cari jabatan, melainkan memenuhi panggilan nurani untuk berbakti bagi tumpah darahnya. Rekam jejak beliau juga cukup panjang, meraih jabatan eselon satu di kementrian prestisius di usia yang masih cukup muda, dengan pengalaman panjang sebagai diplomat senior. Apalagi yang membuat ragu? Apalagi yang membuat kita tidak tergerak untuk memilihnya sebagai gubeenur NTB 2024.
Semoga Miq Iqbal menjadi jawaban yang lama ditunggu untuk NTB yang maju dan mendunia. Semoga juga Allah Sang Maha Pencipta tak merasa disia-siakan dengan begitu banyak anugerahNya untuk masyarakat NTB.
0 Komentar